DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) memiliki Hak Angket untuk menjalankan fungsi dalam penyelidikan akan suatu hal dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan serta menegakkan akuntabilitas pemerintahan, termasuk presiden. Pada masa jabat era presiden Joko Widodo (Jokowi), Â DPR telah menggunakan hak angket sebanyak 3x pada masa pemerintahan Joko Widodo periode ke -1 di tahun 2014 -- 2019 dan 2x pada periode ke - 2 di tahun 2019 -- 2024. Peran hak angket DPR dalam era pemerintahan Jokowi mencerminkan dinamika politik Indonesia dalam menjaga keseimbangan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya.
Hak angket adalah salah satu tindakan penting untuk alat pengawasan terhadap kinerja pemerintahan dan memastikan akuntibilitas untuk rakyat Indonesia. Penggunaan hak angket diharuskan memperhatikan prinsip demokrasi, hukum yang berlaku, dan menghindarkan penyalahgunaan kekuasaan politik oleh pemerintah. Oleh sebab itu, pentingnya memberlakukan penggunaan hak angket dan mengimplementasikan dengan bijaksana serta penuh pertimbangan serta proporsionalitas agar tidak merugikan dari berbagai pihak.
Era Presiden Joko Widodo
Periode ke -- 1 (Maret 2015)
Hak angket pertama masa pemerintahan Jokowi, diusulkan oleh beberapa fraksi untuk menyelidiki penerbitan surat keputusan menteri hukum dan HAM; Yosanna H Laoly dalam pengesahan kepengurusan DPP Partai pimpinan Agung Laksono yang terus berjalan.
Hak angket diusulkan karena dinilai bahwa menteri hukum dan HAM telah membuat keputusan yang tidak tepat, yaitu mengesahkan salah satu kepengurusan partai golkar dalam masa perselihan internal untuk ditetapkan sebagai ketua partai golkar, hal yang berdampak luas bagi masyarakat karena ada sekitar 14,8 juta yang memilih partai golkar pada pemilu legislatif di tahun 2014.
Periode ke -1 (Februari 2017)
Hak angket kedua masa pemerintahan Jokowi, diusulkan oleh empat fraksi sebanyak 93 anggota DPR yang dibacakan dalam sidang paripurna pada tanggal 23 Februari tahun 2017, untuk menyelidiki pelanggaran yang dilakukan pemerintahan dalam penetapan tersangka pada kasus penistaan agama gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok (Basuki Tjahja Purnama).
Aksi 212 pada tahun 2017 yang dilakukan oleh umat islam kepada ahok dalam kasus penistaan agama islam yang berdampak negatif dalam memecah belah negara RI, anggota komisaris DPRI menegaskan kepada Pemimpin Indonesia pada masa itu menon-aktifkan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta agar tidak terulang aksi besar 212.
Periode ke -1 (April 2017)
Hak angket ketiga masa pemerintahan Jokowi, diusulkan oleh komisi III DPR terhadapt KPK yang dibacakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), hak angket diberikan untuk memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR bernama Miryam S Haryani yang merupakan tersangka kasus korupsi E-KTP.
Setelah hak angket diberikan, Miryam memberikan keterangan palsu dalam sidang perkara dugaan korupsi E-KTP dan tidak hadir dalam beberapa kali panggilan persidangan sehingga ia ditetapkan dalam DPO (daftar pencarian orang), sehingga tertangkap dan keanggotaan di DPR dicabut.
Periode ke -2 (Oktober 2023)
Hak angket keempat masa pemerintahan Jokowi, diusulkan oleh anggota DPR RI terkait polemik MK (Mahkamah Konstitusi) saat rapat Paripurna ke -- 8, keputusan MK dalam perubahan peraturan terkait batasan usia seseorang untuk bisa berkompetisi sebagai capres dan cawapres pada Pemilu di tahun 2024. Â
Hasil rapat Paripurna ke -- 8 ditetapkan bahwa, MK tetap membolehkan seseorang dibawah usia 40 tahun untuk maju sebagai capres dan cawapres, selama seseorang tersebut telah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah dan dinilai baik oleh masyarakat berdasarkan hasil kinerja.
Periode ke -2 (Februari 2024)
Hak angket kelima masa pemerintahan Jokowi, diusulkan oleh capres nomor urut 3 untuk menyelidiki kecurangan pada Pemilu di tahun 2024, dalam kasus ini hak angket ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) RI.
Hak angket terkait penyelenggaraan Pemilu di tahun 2024 juga diusulkan oleh capres nomor urut 1 mengenai dugaan kecurangan Pemilu. Hal ini sudah dirundingkan dalam pertemuan di Wisma Nusantara Jakarta, bersama cawapres nomor urut 1 dan beberapa ketua partai lainnya untuk mendukung pengusulan hak angket yang akan ditindaklanjuti.
Kesimpulan dari pembahasan diatas ialah, bahwasanya DPR memiliki Hak Angket yang digunakan untuk menjalankan fungsi penyelidikan dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, termasuk presiden, dalam era pemerintahan Jokowi. Selama dua periode ini DPR telah menggunakan Hak Angketnya sebanyak lima kali, seperti penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, dan dugaan kecurangan pemilu. Penggunaan Hak Angket sendiri mencerminkan dinamika politik Indonesia dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan meningkatkan akuntanbilitas pemerintahan. Pentingnya mengimplementasi Hak Angket dengan bijaksana serta proposional untuk memastikan kembali agar tidak merugikan pihak pihak terkait serta memperkuat prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H