Mohon tunggu...
Indra Jaya
Indra Jaya Mohon Tunggu... lainnya -

Putra asli Minang Kabau, hidup di rantau untuk menimba ilmu dari sungai pencerahan di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Derita Tek Upik

26 September 2013   14:04 Diperbarui: 13 Mei 2016   19:12 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rumah tua yang lusuh itu, dahulunya adalah rumah yang paling didambakan oleh laki-laki manapun nak. Kata bapak!

Sepenggal kalimat yang ayah lontarkan kepadaku ketika melihat rumah yang berada di sudut kampung tempat tinggalku. Melihat dari rawut muka ayah yang begitu jauh memandang masa lalu itu membuatku semakin penasaran. Ada apa dengan rumah itu dahulunya? Yang hanya kutahu di situ hanya tinggal seorang perempuan tua yang terlalu miskin untuk menghidupi dirinya sendiri. Namanya adalah “Tek Upik”. Huf…

Sebelum kembali menceritakan cerita ayah kepadaku tentang Tek Upik. Terlebih dahulu akan aku ceritakan pengelamanku dan teman-teman tentang Tek Upik itu.

Tek upik sakit-sakitan, jangankan untuk keluar rumah mencari duit dan kesawah. Dudukpun dia sangat susah sekali. Untuk menghidupi dirinya, Tek Upik banyak mengandalkan dari dunsanak jauh dan tetangga yang begitu peduli dengannya. Bahkan sempat timbul pertanyaan dalam benak ini. “Bagaimana caranya dia buang air? Mandi? Dan sebagainya?. Tentunya dengan kondisinya pada saat sekarang ini. Tek Upik hanya bisa menyeret badannya kemana yang ia inginkan.

Ngesot? Ya itulah istilah yang bisa dikatakan terhadap cara bergeraknya Tek Upik di dalam rumahnya. Air untuk membersihkan badannya itu di dapatkan dari tetangga rumah yang tidak mau tercemar dengan bau “cirik (red-Buang Air Besar)” dan “Kajamban (Buang Air Kecil) Tek Upikyang tidak tersiram dengan bersih. Oh ia, sedangkan untuk lubang WC itu pun dibantu oleh tetangga dengan melubangi papan rumah tek Upik. Sehingga sesuai dengan kondisi yang di derita oleh Tek Upik. Tapi tek Upik sekarang sudah meninggal dunia. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’uun

Kembali kita kepada cerita ayah tentang masa lalu tek Upik. Baiklah!

Upik dahulunya adalah perempuan yang termasyhur di kampong ini nak. Kecantikan dan ketajirannya sungguh mengalahkan perempuan manapun di desa ini, bahkan di kecamatan ini sekalipun. Tidak jarang dengan cantiknya, banyak laki-laki kampung ini yang ingin menikahinya. Termasuk mamak(paman) kamu. Kata ayah.

Sembari menyedu kopi yang saya buatkan, ayah melanjutkan ceitanya. “Kecantikan Upik bisa kita gambarkan seperti kecantikan Maria Al Qibtiyyah yang dihadiahi oleh raja Muqauqis kepada Nabi. Rambutnya yang ikal, dan kulitnya yang jernih seperti keturunan Romawi. Ufh…. Pokoknya tidak ada yang bisa menandingi kecantikan si Upik itu nak! Mendengar cerita ayah, aku termenung dan seakan-akan tidak percaya.

Secantik-cantiknya upik, dan banyak yang terkesima dengan si Upik muda. Namun Upik muda terlalu sombong dan angkuh karena kecantikannya itu. Pernah mau dipinang sama anak Gaek mu, dia menolak dengan angkuh. Kalau tidak salah, ayah masih ingat kata-kata Upik terhadapap Mamak adang mu. “Hai Irul, Apo nan waang banggakan, hingga ingin meminangku? Tampan tidak, kayapun tidak!”. Mendengar ucapan itu mamak mu itu lansung marahnya bukan kepalang”. Dan kalau tidak ibumu lerai, mungkin kepala si Upik uda hilang kena tebas oleh golok mak adangmu.

Tidak hanya mak adang mu yang dibikin sakit hati oleh si Upik waktu itu. Pernah ada laki-laki anak desa sebelah yang kaya dan tampanlah, namun secara agama dia jauh sekali dari Tuhan. Dia suka pedukun,main perempuan, dan judi. Karena tahu ada perawan cantik nan tajir di kampung kita ini nak, dia mencari tahu tentang si Upik, dan berusaha mendekatinya. Ya namanya orang kaya nak! Meminang si Upik bagaikan air mengalir saja. Akhirnya dekat dan jantuh cintalah si upik terhadap laki-laki itu.

Mereka berumah tangga tanpa menikah. Alias kawin kaya binatang saja. Karena desakan upik yang harus menjelaskan posisinya sebagai Istri, terpaksalah dinikahi upik oleh laki-laki binal itu. Namun lama kelamaan namanya laki-laki busuk. “Habis Manis Sepah dibuang”. Setelah menggerogoti keperawanan si Upik, kenikmatan sesaat, harta si Upik habis dipangkas karena judi. Dan perselingkuhan.. Apalagi selama dengan suaminya itu, upik mengalami kelumpuhan. Dibuanglah si upik oleh suaminya. Dan begitulah jadinya! Upik lumpuh dan tidak terawatt hingga sekarang ini.

Oh ia, perlu kamu tahu nak! Upik dulu sering durhaka kepada orang tuannya. Kematian orang tuanya yang laki-laki adalah tergeletak begitu saja. Di duga ini karena santet yang dilakukan oleh suami si Upik dulu. Karena selama hidup, ayah si Upik paling tidak suka dengan sikap si upik yang terus melawan dan menikah dengan laki-laki pedukun itu. Sedangkan ibu si Upik meninggal karena jantungan melihat suaminya mati secara tidak wajar.

Itulah nak, sepenggal cerita perempuan yang ada di dalam rumah sudut kampung ini. Kasihan sekali bukan?.. Ya sekarang begitulah alur ceritanya, ketika masa muda kita gunakan untuk tidak bersyukur pada Tuhan. Melawan kepada kedua orang tua, tidak membina hubungan baik dengan keluarga. Apalagi sama Tuhan Yang Maha Kuasa sudah lupa.

Aku duduk dan termenung. Akhirnya aku kembali ke dalam rumah untuk tidur. Bismika Allahumma ahya wa amuut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun