Mohon tunggu...
Aria Sankhyaadi
Aria Sankhyaadi Mohon Tunggu... Kuli laptop, wi-fi, dan kamera -

Berambut keriting, berkulit cokelat sawo matang, dan bernapas dengan paru-paru. Pemilik akun instagram @aria.sankhyaadi, monggo difollow. Jangan lupa, mampir juga ke aria-sankhyaadi.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Upacara Tradisional Minum Teh ala Jepang? Ribet Banget!

27 November 2017   19:22 Diperbarui: 28 November 2017   12:21 3439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peralatan tempur yang digunakan dalam upacara minum teh

Sebagai seorang pengkhidmat teh, saya selalu teringat akan pepatah Jawa yang berbunyi, "Wong urip iku mung mampir ngombe," yang mempunyai arti orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum.

Mengingat pepatah Jawa di atas maka sudah seyogianya-lah saya wajib menikmati setiap "cangkir teh" yang tersaji di setiap perjalanan hidup saya. Entah itu secangkir teh pahit atau manis. Life is about living your journey, isn't it?

Seperti halnya ketika perjalanan saya ke Jepang, saya berkesempatan untuk mengikuti langsung Sado (upacara atau ritual tradisional minum teh Jepang) di Sakai Risho No Mori.

Tampilan depan ruangan yang digunakan tuk upacara minum teh/dokumentasi pribadi
Tampilan depan ruangan yang digunakan tuk upacara minum teh/dokumentasi pribadi
Sebelum lebih jauh, nggak ada salahnya kita tahu sejarah singkat dari upacara minum teh ala Jepang yang sudah melegenda dan tetap eksis terjaga hingga saat ini. Biar nggak kaya negara kita yang baru kebakaran jenggot saat adat atau kebudayaannya diklaim oleh negara lain.

Kembali ke Sado. Awalnya upacara ini diimpor dari Tiongkok, kemudian setelah masuk ke Jepang, detail upacaranya berkembang lebih luas, berubah cukup jauh dari detail awal sewaktu dari Tiongkok. Zaman dahulu upacara ini disebut dengan Chado, Chanoyu (casual way of saying the ceremony) dan dapat diartikan cha = teh, do = upacara.

Ini bukan rumah DP nol rupiah ya/dokumentasi pribadi
Ini bukan rumah DP nol rupiah ya/dokumentasi pribadi
Budaya minum teh di Jepang merupakan sebuah tradisi yang sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat Jepang sejak sebelum zaman Edo dan hingga kini masih tetap dilestarikan.

Junko san, guide yang menemani saya saat itu mengatakan bila Sado hanya dilakukan oleh para bangsawan atau samurai-samurai untuk menjamu tamu. Mengetahui akan hal ini, saya sangat senang sekali dapat ambil bagian dari Sado. Bolehlah sekali-kali merasakan jadi bangsawan di negeri orang, masa jadi sobekan ale-ale terus sih di negeri sendiri.

Sado mulai menyebar ke seluruh lapisan masyarakat di Jepang pada abad ke-16 dan figur yang memperkenalkannya bernama Sen no Rikyu (1522-1591). Ia pun menjadi tokoh dalam upacara minum teh yang paling terkenal dan dihormati di Jepang.

Bagian halaman/dokumentasi pribadi
Bagian halaman/dokumentasi pribadi
Dia memperkenalkan konsep ichi-go ichi-e (one time, one meeting), sebuah keyakinan bahwa sebuah pertemuan harus dihargai karena pertemuan tersebut belum tentu dapat terulang kembali. Tuh catet! Memangnya kayak (lagi-lagi) di negara kita, sekalinya ketemuan malah asyik main smartphone.

Ajarannya kemudian memberikan pengaruh, perkembangan terhadap bentuk-bentuk baru dalam arsitektur, perkebunan, karya seni dan tentu saja dalam upacara Sado ini. Prinsip-prinsip yang diperkenalkannya, yaitu kehormatan, ketenangan, dan kemurnian masih menjadi pusat dalam upacara minum teh hingga sekarang ini.

Sebelum Sado dimulai, saya dipersilahkan untuk menuju ke sebuah ruang yang disebut Chashitsu (ruang teh). Ruangan ini sangat sederhana sekali, berukuran tidak terlalu besar, dinding dan lantainya menggunakan tatami (tikar tenunan dari jerami). Di dindingnya terdapat sebuah lukisan bergambar aksara Jepang.

Original made in Japan/dokumentasi pribadi
Original made in Japan/dokumentasi pribadi
Pas berada di dalam Chashitsu, jujur saya celingukan. Mengarahkan pandangan ke berbagai penjuru mata angin. Antara senang, terheran-heran, kaget, juga takjub! (lebih ke ndeso sih sebenarnya). Jangan-jangan, ada pintu, ruang rahasianya nih ruangan kayak di film-film ninja atau kartun Ninja Hatori.

Tapi jujur, jika Anda berada di ruangan ini, Anda akan langsung diliputi dengan kehangatan, keheningan, dan kedamaian yang sangat sulit sekali ditemui di Jakarta. Joss gandos bukan? 

Sembari menunggu teh diracik oleh master teh (tuan rumah), tamu yang hadir akan disajikan kue manis yang disebut wagashi. Cara memakannya adalah dengan menggunakan tusukan yang terbuat dari bambu.

Lagi dihukum sama tuan rumah (ceritanya)
Lagi dihukum sama tuan rumah (ceritanya)
Prosesi pemberian wagashi sendiri merupakan suatu bentuk penghargaan dari tuan rumah untuk menyambut tamu. Oleh karena itu, tamu yang mendapat wagashi harus menghabiskannya sebagai rasa syukur juga sebagai bentuk penghormatan akan pemberian sang tuan rumah.

FYI, wagashi ini rasanya muanis buanget. Yak selesai sudah. Saya sudah manis, makan kue yang rasanya muanis buanget alhasil bisa diabetes deh. Demi mencegah diabetes, maka saya nggak menghabiskan wagashi tadi. Saya tawarin aja ke teman di sebelah saya. Ketimbang mubazir. Setuju nggak? 

Untuk bentuknya sendiri, wagashi bermacam-macam. Ada yang dibentuk seperti labu, bunga, juga hewan-hewan yang imut banget. Pokoke nggak afdol kalau nge'teh tanpa ditemani wagashi.

Upacara minum teh

Tuan rumah memberi hormat kepada tamu
Tuan rumah memberi hormat kepada tamu
Tibalah kita pada bagian inti yaitu bagian minum teh. Dan pada bagian inilah Anda akan mengetahui betapa ribetnya sebuah prosesi tradisional minum teh ala Jepang.

Hal menarik dari Sado adalah Anda dapat melihat langsung semua proses pembuatan teh hingga teh tersebut siap disajikan kepada para tamu (istilah kerennya bisa dibilang open kitchen kali ya?). Jadi di dalam Chashitsu sudah tersedia tungku kecil yang akan digunakan untuk membuat teh.

Bukan itu saja, segala peralatan lainnya tuk membuat teh sudah tersedia di ruangan tersebut. Dan eloknya lagi adalah setiap proses pembuatan teh tersebut mengandung nilai-nilai filosofi.

Peralatan tempur yang digunakan dalam upacara minum teh
Peralatan tempur yang digunakan dalam upacara minum teh
Pada saat tuan rumah membuat teh, setiap gerakan yang dilakukan sangat hati-hati, penuh kesabaran dan tidak boleh tergesa-gesa. Untuk membuat teh dibutuhkan perlengkapan satu tungku hitam besar, satu mangkuk (chawan), dan satu wadah berisi bubuk matcha (salah satu jenis teh) yang disebut Natsume, juga ada beberapa peralatan yang sederhana lainnya salah satunya adalah "kocokan" teh yang terbuat dari bambu yang mekar (chasen), lalu sendok kayu yang berbentuk panjang pipih untuk mengambil bubuk teh (chasaku) dan sendok air yang juga terbuat dari bambu.

Dalam upacara ini, jarang terjadi percakapan. Saya dan tamu yang hadir lainnya saat itu lebih banyak berdiam ketimbang ditebas pakai katana sama si tuan rumah. Jadilah kami bersantai dan menikmati suasana tenang yang tercipta dari suara air dan api, aroma teh, dan keindahan serta kesederhanaan dekorasi ruangan yang ada.

Setelah teh rampung dibuat, teh dituang ke dalam mangkuk teh, kemudian disajikan kepada para tamu baik oleh tuan rumah atau asisten. Saat meminum teh pun tidak bisa sembarangan. Setelah teh dibuat, lalu disuguhkan kepada tamu dengan mangkuk teh di mana motif mangkuk menghadap tamu sebagai tanda penghormatan.

Jangan terlalu manis ya nek tehnya
Jangan terlalu manis ya nek tehnya
Mangkuk teh ini diberikan tuan rumah kepada tamu pertama sambil membungkuk. Kemudian tamu pertama ini membalas membungkukkan badan kepada tuan rumah sebagai tanda hormat. Mangkuk teh tersebut diputar untuk menghindari meminum dari bagian depan mangkuk.

Setelah selesai memutar mangkuk barulah saya boleh mencicipi teh (1x teguk), setelah itu membisikkan ungkapan yang telah ditentukan kemudian meminum lagi teh tersebut 2-3 kali. Selanjutnya tamu tersebut menyeka bagian pinggir mangkuk itu. Mangkuk diputar kembali ke posisi awal dan diserahkan pada tamu kedua dengan membungkuk.

Proses ini terus dilakukan hingga semua tamu sudah meminum teh dari mangkuk yang sama dan posisi mangkuk kembali ke tuan rumah. Di beberapa upacara, setiap tamu akan meminum teh dari mangkuk masing-masing tetapi urutan minum tehnya sama saja. Apa saya bilang, ribet kan. Tapi menyenangkan dan bikin penasaran. Krompiyang bingits deh.

Cita rasa teh

Ini dia penampakan teh hiijaunya
Ini dia penampakan teh hiijaunya
Lantas, bagaimanakah dengan rasa tehnya? Rasanya adalah...perfecto, mamamia lezatos, numero uno (malah kayak iklan kan jadinya). Serius! Uenak bianget! Rasa matcha-nya tuh berasa banget. Kalau istilah kerennya tuh thick banget. Aromanya, trus pas disruput itu jadinya joss gandos! Kalau dalam bahasa Spanyol itu nasgitel (panas, legi, tur kentel) atau dalam bahasa Indonesia adalah panas, manis, dan kental. Cuma berhubung ini nggak pakai gula jadinya tawar.

Sekarang nggak heran kan, di tiap kita menyajikan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, pakai hati dan memberikan yang terbaik dari kita maka hasilnya akan maksimal. Seperti halnya keribetan yang dialami saat membuat teh saat Sado ini, semuanya demi memberikan hasil terbaik kepada para tamu.

Setelah semua tamu mendapatkan teh, tuan rumah akan membersihkan peralatan. Para tamu dapat meminta tuan rumah agar dia dapat memeriksa peralatan-peralatan tersebut, dan setiap tamu dapat mengagumi alat-alat itu. Yah, mungkin aja ada tamu yang saking mupengnya sama benda-benda buatan Jepang tanpa sadar masukin ke kantong celana. Mungkin loh ya!

Mari diminum tehnya selagi hangat
Mari diminum tehnya selagi hangat
Peralatan tersebut diperlakukan dengan sangat hati-hati dan dengan penuh kehormatan karena peralatan tersebut tak terhingga nilainya (antik, buatan tangan). Bisa dibilang, semua peralatan yang digunakan adalah handmade (dibuat dengan tangan, tanpa campur tangan mesin). Goks yak orang Jepang.

Akhirnya, tibalah saya di bagian akhir. Bagian di mana tuan rumah kemudian mengumpulkan peralatan, saya dan para tamu lainnya meninggalkan Chasitsu. Tuan rumah membungkuk sebagai ucapan terima kasih dari pintu, dan upacara berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun