Mohon tunggu...
Kepikmerah
Kepikmerah Mohon Tunggu... Lainnya - Normal citizen

I never born to please anyone

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mengenal Metode Montessori, Bukan Sekedar Nama Mainan atau Nama Kurikulum

23 April 2024   18:10 Diperbarui: 23 April 2024   18:14 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Mungkin kita sudah terbiasa mendengar kata Montessori. Kata tersebut sering kali dikaitkan dengan cara pengasuhan anak, atau mungkin malah judul produk mainan anak(?). Ada juga beberapa sekolah yang mulai mengadopsi cara didik Montessori. Sebenarnya siapa sih Montessori itu? Apa itu trend baru? Apa dengan menggunakan metode montessori maka anak auto pintar dan mainan yang dijual dipasaran auto berkualitas dan mahal?

Ada baiknnya kita cari tahu dulu apa itu montessori, atau lebih tepatnya siapa itu Montessori. Montessori sendiri adalah metode mendidik anak yang dibuat sendiri oleh Maria Montessori (1870-1952). Maria Montessori memiliki latar belakang seorang dokter anak yang juga memiliki ketertarikan tinggi terhadap reformasi sosial. Singkat cerita, beliau mengembangkan metode pendidikan yang pertama kali diterapkan untuk anak-anak di sebuah panti yang digabungkan dengan para pelaku kriminal. Pada saat itu, Maria menemukan apa yang disebut sebagai "anak keterbelakangan mental". Dia berpikir bahwa anak-anak ini bukan tidak berguna, namun hanya kurang distimulasi. Montessori menstimulasi otak anak melalui otot dan indera mereka dan merancangnya menjadi sebuah sistem sendiri. Metode dan sistem montessori tersebut terus dikembangkan oleh montessori hingga bertahan dan tetap relevan hingga 200 tahun kemudian (hingga saat ini). Beberapa buku yang pernah saya baca diantaranya buku yang ditulis oleh Lesley Britton (Montessori Play and Learn) dan Simon Davis & Junifa Uzodike (The Montesori Baby & The Montessori Toddler). Menurut saya, Buku Lesley lebih mudah dibaca dan ringkas ketimbang buku Simon dan Junifa. Saya sangat menyarankan Anda untuk membaca buku yang menjelaskan metode Montessori dengan baik sebelum anda mengadopsi metode tersebut. Sekali lagi, pemahaman anda akan berbeda bila anda hanya mempelajari metode Montessori dari media sosial, apalagi video-video singkat di WA.

Kesimpulan saya, kurang lebih metode Montessori adalah metode untuk mengembangkan kemampuan dan kemandirian anak dengan melibatkan anak dalam aktivitas sehari-hari. Terdengar sederhana, tapi sebenarnya ada banyak hal yang bisa dipelajari anak di dalam rumah setiap harinya. Kunci dari penerapan metode Montessori sendiri adalah:

  • anak merasa terlibat dan merasa memiliki peran di dalam keluarga
  • orang tua atau pengasuh memberikan kepercayaan penuh untuk anak mencoba dan berusaha (tidak menghakimi dan mengkoreksi berlebihan ketika anak berbuat salah saat mencoba)
  • orang tua atau pengasuh memberi waktu dan kesempatan yang cukup untuk anak mencoba hingga anak menguasai kemampuan tersebut
  • mengajarkan aktivitas yang mudah dan sederhana sesuai dengan kemampuan anak
  • diajarkan secara perlahan dan berulang hingga anak menguasai pekerjaan tersebut

Tentu saja yang terbersit di pikiran kita adalah anak akan mengacau dan membuat semuanya menjadi berantakan. Pada awalnya semua anak akan pasti seperti itu, tampak mengacau dan hanya memperlambat pekerjaan. Tapi, tujuan awalnya adalah membiarkan anak belajar mengenai pekerjaan rumah, membiarkan anak belajar mandiri dan memiliki keahlian yang akan berguna selama dia hidup. Untuk mengurangi ekspektasi dan kepusingan kita selama waktu pembelajaran, ada baiknya dimulai dengan aktivitas yang sederhana dan dalam jumlah yang kecil. Just give them a try.

Oke, kali ini akan disampaikan contohnya. Untuk pembelajaran ini tentunya lebih mudah untuk dilakukan oleh anak yang berumur 1 tahun atau lebih. Misalkan kita melibatkan anak untuk memetik sayur-sayuran untuk memasak, sebut saja sayur bayam. Kita akan mencontohkan di depan anak, dengan lambat-lambat, cara memetik daun bayam dan meletakkannya di dalam wadah yang disediakan. Lalu kita berikan beberapa tangkai bayam untuk dia coba. Reaksi pertamanya mungkin anak kan bingung atau malah mencabiknya ketimbang memetik daun. Tapi bersabarlah, coba untuk tunjukkan lagi caranya di hadapannya secara perlahan dan taruh kembali di wadah. Kembali berikan 1 tangkai dan 1 tangkai lagi. Beri anak kesempatan untuk mencobanya lagi dan lagi. Anda akan terkejut ketika anak mulai bisa melakukannya dengan benar.

Contoh nyata saya dengan anak saya adalah mengajarkannya mencuci baju (ya, kami menggunakan mesin cuci 1 tabung) dan setelahnya menjemur bajunya. Untuk mencuci, anak saya bisa menguasainya dengan 2-3 kali percobaan. Tapi ketika menjemur, dia kesulitan karena bajunya selalu tersangkut pengait di jemuran. Padahal jemuran sudah dipasang pas dengan tingginya dan sudah diajarkan cara menjemur. Tapi di momen itu dia merasa kesulitan bahkan tidak mau mencoba lagi. Jujur saya sempat kecewa dan bertanya kenapa hal sesederhana ini tidak bisa dia lakukan. Tapi tujuan saya melibatkan anak adalah untuk mengajarkannya cara menjemur, bukan untuk berlomba keahlian atau menguji kemampuan anak saya. Lalu saya mengucapkan, "ya nak gapapa, sini liatin aja mama jemur baju". Dengan begitu dia bisa mengamati saya menjemur dan mungkin suatu hari nanti dia mau mencoba lagi.

Dari metode ini saya belajar bahwa siapa saja perlu diberi kesempatan dan waktu untuk bisa menguasai suatu keahlian. Kemampuan orang untuk belajar memang berbeda-beda dan itu tidak apa-apa. Ketika seseorang belum bisa menguasai suatu keahlian, coba ajarkan lagi dengan perlahan, sedikit demi sedikit, beri dia waktu dan kesempatan untuk mencoba lagi dan lagi sampai dia bisa melakukannya dengan benar. Dan dari metode ini juga saya belajar bahwa untuk meningkatkan kedekatan dengan anak dan mendidik anak sekaligus dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan murah. Cukup libatkan dia dalam aktivitas sehari-hari, beri dia kesempatan dan kepercayaan untuk mencoba, dan suatu hari nanti dia akan berterima kasih karena merasa diterima dan dipercaya oleh orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun