Pagi ini saya coba mengitari Kota Malang yang sejuk ini dengan bersepeda motor. Jam masih menunjukkan pukul 6.10 dan jalanan mulai ramai oleh anak-anak pergi ke sekolah serta orang-orang yang berangkat bekerja. Pak polisi sudah berdiri di tengah jalan untuk mengatur lalu lintas yang mulai padat itu.
Berkeliling kota menggunakan sepeda motor sebenarnya tidak saya sukai. Tapi karena sepeda kayuh ada di kampung halaman saya (saya di malang kost karena kuliah) terpaksalah saya berkeliling kota dengan sepeda motor untuk menuntaskan keinginan untuk jalan-jalan.
Satu hal yang membuat saya sedih jika jalan-jalan di kota, baik Kota Malang maupun kota lainnya di Indonesia, adalah reklame atau papan iklan yang umumnya promosi-promosi usaha tertentu dipasang di pohon. Pohon dijadikan tumbal hanya untuk meraup rupiah. Meski pohon itu tidak dipaku, keberadaan papan reklame atau iklan itu cukup mengurangi keindahan kota dengan pohonnya.
[caption caption="Jalan di sekitar daerah Cengger Ayam, Kota Malang terlihat pohon-pohon beralih fungsi menjadi papan reklame"][/caption]
Iklan yang dipasang pun beragam, mulai dari iklan sekolah, diskon handphone baru, rumah/kost, hingga pembukaan toko baru. Semuanya sama-sama memanfaatkan pohon sebagai media promosi kepada masyarakat.Â
Pembersihan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta dinas terkait sering sekali dilakukan. Pembersihan reklame dan iklan di pohon biasanya dilakukan pada malam hari, sekitar pukul 18.00-21.00 WIB. Namun tetap saja reklame dan iklan seperti itu muncul lagi dan lagi.Â
Saya dulu sering mencabuti papan-papan tak berijin yang terpasang di pohon itu pada malam hari. Namun entah karena mungkin biaya pembuatan banner yang murah, satu hingga tiga hari kemudian reklame dan iklan itu muncul lagi. Capek sebenarnya melihat hal ini.
[caption caption="Jalan di sekitar daerah Jalan Bunga Coklat, Kota Malang terlihat pohon-pohon beralih fungsi menjadi papan reklame"]
Di satu sisi memang sebuah usaha butuh lahan promosi agar produk atau event-nya bisa diketahui dan dikenal oleh masyarakat banyak. Namun jika harus mengorbankan keindahan kota apalagi sampai membuat pohon menjadi cacat sungguh amat disayangkan.Â
Khusus daerah Kota Malang sendiri memang saya rasa masih sangat kurang untuk tersedianya papan reklame massal. Seharusnya menurut saya setiap kota minimal memiliki 10 hingga 20 tempat reklame massal. Tujuannya untuk menampung iklan-iklan yang tidak kebagian jatah papan reklame atau merasa terlalu mahal untuk membayar biaya papan reklame.Â
Satu iklan diberi limit waktu tertentu, kemudian harus meminta ijin terlebih dahulu jika ingin memasang iklan. Biaya harus minim atau bahkan gratis untuk iklan usaha kecil hingga menengah. Pemberian sanksi berbentuk denda pululhan juta harusnya juga dibuat dan dijalankan agar memberi efek jera. Namun sebelum membuat peraturan alangkah lebih etis jika disediakan dulu sarananya.