Menjadi pemimpin memanglah tidak mengenakkan, apalagi menjadi pemimpin sebuah negara. Menjadi salah satu pimpinan di sebuah organisasi berskala kampus saja rasanya sudah pusing, apalagi memimpin sebuah negara. Butuh sebuah mental dan dasar yang kuat agar tak gampang diterpa angin jahanam.
Ada beberapa hal yang saya catat selama dipercayai menjadi pengurus di beberapa organisasi yang saya pernah ikuti. Hal pertama mengenai cepatnya beradaptasi dengan perkembangan dan "maunya" zaman seperti apa. Percuma menjadi pemimpin yang terlihat atau bahkan memang berwibawa jika tidak mampu membaca perubahan zaman yang ada. Semisal waktu saya masih menjadi mahasiswa baru (dipertengahan tahun 2012) lalu zaman masih sedikit yang menghendaki penggunaan sosial media chatting seperti Line, Path, Instagram, BBM, dan aplikasi serupa. Namun sejak setahun yang lalu zaman jauh lebih menghendaki keberadaan aplikasi chatting itu untuk saling berhubungan.
Hal kedua yang menjadi catatan saya adalah perlunya koordinasi yang cukup apik dengan pola komunikasi yang baik antar sesama pengurus atas. Dalam tatanan nasional pun sering hal ini menjadi sebuah masalah. Presiden dengan menterinya yang terlihat saling bersebrangan, apalagi Eksekutif dan Legislatif yang makin memanas saja tiap hari. Pola komunikasi dan koordinasi harus dibuat lebih dahulu oleh seorang pemimpin agar gampang dalam menjalankan tugasnya.
Selanjutnya yang menjadi catatan saya adalah Pemimpin dilarang keras untuk berprasangka jelek, apalagi kepada sesama pimpinan dan anak buahnya. Akan menjadi tidak enak sebuah jalannya pemerintahan jika pemimpin dipenuhi oleh prasangka, apalagi prasangka jelek. Saya mensiasati hal ini biasanya dengan diam, dan mencari tahu kebenaran dari prasangka saya. Selama hal yang kita sangkakan belum benar maka lebih baik tahan dulu prasangkanya. Kepercayaan itu penting, meskipun kepada orang yang tidak bisa dipercaya sekalipun.
Hal terakhir yang menjadi catatan saya adalah jangan jadikan organisasi menjadi seperti ikan-ikan yang ada di dalam akuarium atau kolam. Maksudnya adalah seorang pemimpin harus open minded atau memiliki pikiran yang terbuka. Adanya inovasi dan invention di dalam organisasinya harus disambut dengan antusiasme yang tinggi. Meskipun yang dilakukannya adalah hal-hal kecil sekalipun, adanya apresiasi dalam bentuk antusiasme akan membuat banyak penemuan dan inovasi yang akan dibuat kedepannya. Siapa orang yang tidak senang dipuji atau dibanggakan?
Dalam hal terakhir yang saya catat dalam catatan kecil saya mengenai cara memimpin, nampaknya belum benar-benar dipahami oleh pemerintah kini. Banyak peraturan-peraturan yang bersifat terlalu mengatur terhadap negeri ini. Semisal pada saat kecelakaan pesawat komersil yang membuat menteri perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai tarif dasar bawah. Peraturan ini terlalu mengatur karena harusnya penentuan harga itu ada di pasar. Dalam sistem ekonomi kita sudah tidak dikenal lagi penyamaan harga seperti di Orde Baru.
Dalam peraturan minimal 40 persen dari tarif batas atas yang dikeluarga menteri perhubungan itu membuat daya beli, terutama saya, pun menurun. Jika dulu ke Kalimantan Selatan hanya memerlukan uang 400ribuan sekarang maskapai yang sama saya harus mengeluarkan uang 500ribu hingga 700ribuan. Cukup mahal bagi kantong mahasiswa seperti saya ini.Â
Peraturan absurd yang baru saja menghebohkan negeri ini adalah peraturan mengenai larangan layanan ride-sharing seperti Go-Jek. Buat saya absurd karena layanan ini nyatanya berhasil memberi inovasi layanan transportasi umum kepada masyarakat. Jika selama ini pemerintah hanya berkutat di masalah bagaimana mengatasi kemacetan dan membangun mega proyek untuk transportasi umum tanpa mampu mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi, ojek aplikasi dan ojek panggilan cukup digemari oleh masyarakat yang artinya mampu menjawab kebutuhan transportasi umum terutama di kota-kota besar.
Meski aturan ini kemudian dicabut oleh Menteri Jonan sendiri, nyatanya ini membuktikan kalau pemerintah kita belum terbuka terhadap inovasi. Jika boleh saya ingin menggutip kalimat salah satu kawan saya, "Maklum pemerintahnya kan tua, jadi kalau dapet inovasi dikit langsung bingung." Sindiran itu menurut saya ada benarnya. Alasannya simple, terlalu lambannya pemerintah kita untuk berinovasi.
Kita telah membuat sebuah orde yang baru setelah Orde Baru dipemerintahan Soeharto lalu yang nyata-nyata penuh dengan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Orde itu bernama reformasi yang artinya perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), perubahan dalam hal ini adalah perubahan dibidang politik dan hukum yang utama.
Tujuh belas tahun kita hidup dizaman reformasi namun saya masih belum merasakan perubahan yang nyata terjadi dibidang sosial-ekonomi, politik, dan hukum. Banyak pengusaha yang masih menyuap pejabat negara, pejabat negara pun masih banyak yang melakukan KKN seperti era Soeharto lalu, dan masih banyaknya masalah hukum dinegeri ini yang belum terselesaikan dan jauh dari rasa keadilan.Â