Semisal saja angkutan umum terutama bus kota, dan mikrolet (angkot) diberi layar 10-14 inch yang menayangkan rute yang dilalui dan hal menarik apa yang bisa dilihat. Semisal jalur angkot atau bus kota itu melewati benteng, museum, bangunan bersejarah, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Saya yakin banyak wisatawan baik dalam maupun luar negeri yang memilih angkutan umum sebagai andalan mereka. Harga yang ekonomis serta rute yang pasti serta pelayanan yang maksimal tentu akan membuat ketagihan bagi siapa saja yang mencobanya.
Susah memang diwujudkan, namun jika kita hanya melihat “susah”-nya saja tanpa melihat “berlian” yang ada didalamnya pastinya kita takkan pernah mendapatkan “berlian” itu. Saat “berlian” itu mampu dicapai oleh orang lain barulah kita “kebakaran jenggot”. Ujung-ujungnya saling salah menyalahkan. Bosen melihat dan mendengarnya!
Kasus penyedia jasa angkutan umum modern ini contohnya. Bagaimana Indonesia belum siap menerimanya. Ujung-ujungnya yang punya power, entah siapa, pasti akan membasmi lawannya. Kok suka loh bunuh saudara sendiri? Kalau mau maju, yuk berjuang bersama dan bersaing bersama. Kualitas butuh usaha bukan hanya suara sumbang, merongrong dikasihani. Kita bukan orde baru yang disuapi segalanya dan terlena segalanya yang murah padahal itu hutang.
Nampaknya saya rindu dengan kopi sumatera. Saya sudahi dulu orasi sumbang mengenai angkutan umum ini. Saatnya saya ke warung kopi dan menyeruput kopi sumatera yang joss! (AWI)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI