Mohon tunggu...
Wisnu Adhitama
Wisnu Adhitama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jalani hidup hari ini dan rencanakan besok dan kedepan untuk berbuat sesuatu

Writer on sihitamspeak.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suara Takbir Itu Rekaman

24 September 2015   01:45 Diperbarui: 24 September 2015   01:45 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allahuakbar... Allahuakbar... Allahuakbar... Laa Ilaha Illallohu Allohu Akbar... Allahu Akbar Walillahilhamd...

Gema takbir itu kembali mengumandang. Sayup sayup suaranya mulai ku dengar sekitar lima belas menit setelah Adzan Maghrib berkumandang. Saat itu aku berada di kamar kost yang berukuran 2,5 meter x 3 meter di kawasan Jalan M.T. Haryono Kota Malang. Dan ku putuskan untuk berkeliling menikmati gema takbir di Idul Adha tahu ini.

Aku melaju ke arah utara, ke Jalan Soekarno Hatta dengan menggunakan sepeda motor. Ingin rasanya menggunakan sepeda kayuh, namun apadaya di Kota Malang aku hanya memiliki sepeda motor. Sepeda motor terus aku pacu hingga menuju hampir ke Kota Batu. 

Pawai takbir memang tak semeriah tahun sebelumnya. Bagiku tahun ini pawai takbiran bisa dihitung jari jumlahnya. Padahal sewaktu kecil dulu ikut pawai takbir itu merupakan sesuatu yang amat menyenangkan. Namun entah karena Kota Malang banyak diisi oleh perantau yang memilih pulang saat libur panjang seperti sekarang, atau memang antusiasme yang berkurang.

Aku melanjutkan perjalanan terus hingga berakhir pada pukul 22.10 malam. Satu hal yang membuataku bertambah sedih saat selesai "mengabsen" masjid, musholla, dan pawai takbir yang ada di Kota Malang. Kebanyakan masjid dan musholla di Kota Malang yang ku lewati dan jumpai terlihat kosong meski gema takbir tetap berkumandang.

Rekaman kaset gema takbir yang diputarkan oleh pengurus masjid membuat Idul Adha kali ini aku rasa amat hampa. Makna takbiran, lebaran, seolah hilang dan hanya diganti dengan rekaman. Makna kemenangan yang diusung seolah sirna karena banyaknya yang menyetel rekaman gema takbir.

Bisakah kamu bayangkan jika prajurit-prajurit yang selesai berperang dan mendapat kemenangan diharuskan membisu dan teriakan kemenangannya hanya diwakili oleh suara kaset? Aku amat kasihan dengan si prajurit yang sudah berjuang namun tidak dihargai. 

Bodohnya adalah kenapa pemuka agama tidak MARAH terhadap kosongnya masjid, musholla, dan gema takbir hanya diwakili oleh rekaman kaset saja? Apakah agamamu bisa ditukar dengan kaset?

Seandainya boleh (dan aku yakin kedepan jika terus begini akan terjadi pula) adzan diganti dengan rekaman suara saja. Tidak usah orang adzan secara manual, cukup pencet dan praktis. Namun itu tidak aku harapkan, agama semakin dipersempit dan dipermudah.

Ilmu agama ku belumlah dalam. Lihat semua ijazah dan pengalaman pendidikanku. Semuanya sekolah umum, kalaupun ada sekolah agama itu hanya mengaji di musholla belakang rumah itupun belum sampai selesai. Tapi satu hal yang amat mendasar yang ku pahami tentang agama, tidak ada satu agama pun yang mempermudah dan mempersulit ummatnya kecuali penafsiran yang salah dari ummatnya.

Aku sangat setuju dengan Pak Wakil Presiden M. Jusuf Kalla yang pernah mengkritik suara rekaman orang mengaji sebelum adzan. Suara dari rekaman itu tidak jernih, kemeresek, jika tidak ada yang "bisa" mengaji sebaiknya jangan mengaji. Tapi bagaimana kamu bisa sholat ketika kamu tidak bisa mengaji? Aku akan berfikir keras untuk hal ini.

Aku bukanlah pemuka agama dan orang terpandang di Indonesia ini. Aku masih belum bisa "memengaruhi" orang banyak di Indonesia. Apalagi masalah agama. 

Jika FPI dan organisasi sejenis risih dengan banyaknya maksiat di wilayah mereka, lalu bagaimana dengan "melencengnya" agama seperti ini? Aku tunggu aksimu bung! Dan tetap, No Anarchy, dan stop merusak! (AWI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun