Pagi membuka matanya dengan kedatangan sinar matahari.Menerobos masuk kedalam jendela kamarku. Diam sejenak di atas kain-kain yang menumpuk. Disitulah aku duduk di sebuah bangku goyang, tertidur untuk sekian lama.
Tidak ada yang tahu, karena hanya ada aku disana. Seekor kucing putih menangis menjilat kaki  yang telah menjadi dingin . Berantakkan. Itulah yang terlihat dari sudut jiwaku berdiri.
Diam, menatap tubuh fanaku. Setajam jarum menusuk tanganku, membuatku perih kesakitan. Yang berakhir pada akhir hidup. Sepi. Hanya ada aku, tumpukkan kain, secangkir kopi, dan  jarum suntik yang terjatuh disampingnya.
Katanya hidupku akan bahagia, namun aku hanya bisa menangis dalam hampa.Tak ada sesal, hanya ada malu. Bukan senyum, namun kepedihan.
Hingga akhirnya mereka menjemputku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H