Mendung. Hanya mendung. Pagi itu, meja sudut pilihanku. Dengan laptop dan wifi, aku mulai bekerja. Kadang aku merasa bodoh, kadang ya sudahlah seakan jadi kata pasrah.
Menyudut, sofa empuk, menyender tembok. Menghela nafas. Terpisah dengan jendela kaca, 3 orang gadis SMA bermain kartu. Lonceng berbunyi, silih berganti 'gaya hidup' bernama manusia mencari merek kopi.
Dia, menemaniku. Duduk di atas meja sudut. Di samping laptop. Teman, kenikmatan. Membayangkan senyumnya, berahli ke kacamatanya. Aku. Segelas coklat hangat. Aku. Dia. Khayalku. Ini ruang waktu, saat aku akan menjumpaimu di masa depan.
" Hai." Seru pertamamu sambil tersenyum.
Dua gelas hangat kau pegang. "Untukmu."
"Coklat hangat." Katamu tetap tersenyum.
Benar dia. Bukan mimpi. Apakah aku di dalam ruang waktu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H