Penegasan Puan Maharani kalau Jokowi masih petugas partai pada Selasa (3/2) bukan omong kosong. Ternyata pada hari itu, Jokowi sedang 'ditatar' oleh Megawati dan elite parpol koalisi indonesia hebat (KIH) di istana negara. Seperti analisa penulis pada artikel sebelumnya, Jokowi tidak berdaya jika berhadapan dengan Megawati. (baca di sini)
Pernyataan sikap Jokowi hari ini Rabu (4/2) juga membenarkan pernyataan Puan. Sebagai petugas partai, Presiden Jokowi menyanggupi menjalankan skenario Megawati yang meminta agar menunggu proses praperadilan. Melalui skenario praperadilan ini, Budi Gunawan (BG) masih berpeluang dilantik menjadi Kapolri. Atau jika mentok, skenario BG diganti Budi Waseso yang dilaksanakan. (baca di sini)
Jokowi mengabaikan saran Tim Independen agar mengambil keputusan sebelum kunjungan ke luar negeri yang dijadwalkan pada Kamis (5/2). Jokowi memilih untuk terus bermain dengan bola panas yang saat ini berada di tangan hakim yang akan memutuskan gugatan BG atas status tersangka yang ditetapkan KPK.
Penulis memprediksi, putusan pengadilan akan kembali menjadi bola liar ke mana-mana. Bisa ke Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY) atau kembali ke DPR. Kisruh ini akan berlarut-larut hingga tujuan pembuat skenario bisa tercapai.
Apa tujuannya? Melemahkan KPK atau jika memungkinkan membubarkan KPK. Karena di KPK banyak kasus dugaan korupsi yang cara penanganannya mulai diragukan karena mulai berbau politis. Apalagi kasus itu mengarah pada elite-elite parpol di negeri ini. Salah satunya yang telah terpapar ke publik adalah SKL BLBI yang bisa menyerempet Megawati.
Dan Polri adalah satu-satunya yang bisa menjegal kinerja KPK. Terbukti, saat ini KPK tidak mampu menghadirkan saksi-saksi kasus rekening gendut BG yang mayoritas adalah anggota Polri. Ditambah lagi kasus yang menimpa seluruh pimpinan KPK yang sedang didalami Bareskrim Polri dipastikan akan mengganggu kinerja KPK.
Sebenarnya, dengan kekuasaannya sebagai presiden bisa saja Jokowi menyelesaikan kisruh KPK vs Polri. Tapi itu sama saja Jokowi mempersilakan KPK mengusut kasus SKL BLBI dan rekening gendut BG yang muaranya tetap ke Megawati dan elite PDIP. (baca di sini)
Jokowi tidak akan bertindak sebodoh itu. Menghancurkan Megawati dan PDIP sama saja Jokowi bunuh diri karena kartu Jokowi ada di tangan Megawati. Dan jika kartu itu dibuka, akan menimbulkan kegaduhan politik yang hebat dan bisa mempengaruhi perekonomian dan pembangunan rakyat.
Saat ini tugas Jokowi selaku petugas partai adalah mengelola konflik ini, hingga seluruh pimpinan KPK diganti dengan orang-orang baru. Baik dengan menunggu masa kerja pimpinan KPK berakhir di penghujung tahun 2015 nanti. Atau juga menunggu Polri menahan satu per satu pimpinan dan Jokowi membuat aturan pemilihan pimpinan KPK pengganti.
Dalam masa itu, gempuran 'bersama' untuk membubarkan KPK juga terus dilakukan melalui koruptor yang ada di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jika gempuran berhasil dengan ditandai hilangnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK, maka wacana pembubaran dimunculkan.
Selain tugas partai, Jokowi juga harus memenuhi harapan rakyat Indonesia yang memberikan mandat agar Jokowi menyejahterakan rakyat Indonesia. Tugas ini bisa mulus jika Jokowi bisa menjaga suasana politik tetap stabil. Untuk itu Jokowi 'terpaksa' kompromi dengan koruptor agar tidak menimbulkan goncangan politik.