Penegakan hukum di Indonesia masih carut marut. Citra polisi sebagai aparat penegak hukum kian terpuruk oleh tingkah polah anggotanya sendiri. Sebuah pertanyaan apatis yang populer di masyakat 'Masih adakah polisi yang baik?'
Makanya, hingga kini reformasi kepolisian masih terus diidam-idamkan dan dikumandangkan. Selama ini pembenahan kepolisian hanya sebatas pemanis bibir Kapolri yang baru dilantik. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan setiap pergantian Kapolri hanya sebatas 'pencitraan' sementara.
Reformasi kepolisian memang bukan hal mudah. Karena kepolisian adalah sebuah institusi besar dan kuat. Walau tidak sebenderang dunia politik, institusi Polri tetap berbenturan dengan yang namanya kepentingan. Baik kepentingan para petinggi-petingginya, atau juga kepentingan penguasa.
Jokowi sebentar lagi jadi penguasa Indonesia. Figur bersih dan melayani yang tersemat pada Jokowi diharapkan bisa menular pada jajaran Polri. Sosok yang ditunjuk Jokowi menjadi Kapolri diharapkan bisa melakukan reformasi di jajaran kepolisian.
Seperti rakyat Indonesia lainnya yang sedang memberi masukan untuk penyusunan kabinet Jokowi-JK, penulis mencoba mengajukan nama untuk calon Kapolri. Saat menjabat sebagai Kapolda Jambi, jenderal polisi satu ini telah memberikan perubahan besar pada institusi Polri di Polda Jambi dan mendapat pengakuan dari masyarakat Jambi. Walau tidak sampai setahun, selama kepimpinannya Polisi di Jambi terasa bersahabat, peduli, dan memberi solusi.
Dia adalah Komjen Anang Iskandar yang saat ini menjabat sebagai Kepala BNN. Sosoknya sederhana dan merakyat sangat berbeda dengan keseharian jenderal pada umumnya. Turun ke tengah-tengah masyarakat suatu hal yang biasa dilakukannya selama di Jambi. Kebiasaan ini juga ditularkan hingga ke jajaran Polsek yang harus 'blusukan' ke desa-desa.
Anang Iskandar memiliki kemiripan Jokowi. Tidak hanya sederhana dan merakyat, latar belakang pria kelahiran Mojokerto 18 Mei 1958 ini juga berasal dari orang kecil. Ayahnya berprofesi sebagai tukang cukur. Keahlian memotong rambut dari ayahnya juga dimiliki Anang sejak kecil.
Karena kondisi ekonomi, Anang muda juga gagal mengenyam bangku kuliah di fakultas peternakan. Tidak patah arang, Anang mengalihkan pilihannya dengan mencoba mengikuti seleksi AKABRI. Kelulusannya menjadi titik balik kehidupannya dan karirnya menanjak hingga kini menjabat kepala BNN.
Kemiripan lainnya dengan Jokowi, Anang juga dekat dengan insan pers. Selama bertugas di Jambi dia sering mengunjungi kantor media di Jambi untuk berdiskusi. Bahkan dia juga rutin menulis artikel tentang hukum di salah satu surat kabar terkemuka.
Jika Jokowi menerapkan reformasi birokrasi di Solo dan Jakarta, sebuah langkah reformasi kepolisian telah dilakukan Anang di Jambi pada rentang Oktober 2011 saat ditunjuk sebagai Kapolda hingga Juli 2012 saat ditarik ke Mabes Polri menjabat Kadiv Humas.
Sejak Januari 2012, sebuah gagasannya mulai diterapkan di Jambi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang berpotensi konflik dan hukum dalam masyarakat. Program itu dinamakannya Forum Group Discussion (FGD). FGD itu merupakan aktivitas komunikasi bagi pihak-pihak bersengketa yang difasilitasi polisi dan menghadirkan pihak pemerintah untuk mencari jalan keluar.