[caption id="attachment_124232" align="alignleft" width="300" caption="The Metriser"][/caption]
Pengajaran berhitung dasar yang diajarkan di sekolah selama ini, meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, jika dilihat dari proses hitungnya, semua dilakukan secara vertikal.
Metode berhitung secara terstruktur ini disebut juga sebagai metode hitung tradisional. Sesuai dengan namanya, proses hitungnya dimulai dari atas menuju ke bawah. Karena metode hitung ini telah digunakan dalam dunia pendidikan selama berabad- abad, maka dapat disebut sebagai cara tradisional.
Pengajaran berhitung terstruktur secara horizontal (Metris) merupakan cara berhitung baru, sebagai penyempurnaan cara hitung vertikal atau tradisional. Mengapa disebut sebagai penyempurnaan proses hitung tradisional?
Ada tiga alasan yang mendasari pernyataan tersebut berdasarkan proses hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Pertama, konsep asosiasi tempat satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya dalam metode tradisional untuk menyelesaikan proses hitung penjumlahan atau pengurangan tentu saja sudah ada, tetapi penekanannya kurang karena pemisahan nilai antara satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya tidak ditandai secara tegas dengan suatu notasi pemisah. Sedangkan pada metode horisontal konsep asosiasi nilai secara tegas dipisah dengan notasi pagar. Dengan adanya notasi pagar maka nilai tempat satuan, puluhan (|), ratusan (||) dan seterusnya menjadi lebih mudah dipahami dan dibayangkan.
Kedua, proses hitung perkalian melalui cara horizontal ternyata dapat menciptakan pola-pola khusus yang disebut sebagai portal atau pola horizontal. Melalui portal, proses perkalian menjadi lebih cepat dibandingkan dengan cara tradisional. Misal kuadrat bilangan 85 bila dikerjakan dengan metode horisontal adalah sebagai berikut; 8x(8+1)||25=72||25, atau hasilnya adalah tujuh ribu dua ratus dua puluh lima.
Selain itu, perhitungan cara horizontal merupakan pengajaran perantara yang baik dari belajar berhitung dasar secara tradisional masuk ke bidang aljabar. Aljabar merupakan cabang matematika dengan tanda-tanda dan huruf-huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (KBBI). Dengan cara horizontal, khususnya penyelesaian perkalian menggunakan portal, siswa dituntun mengenal dari nilai variabel. Pengetahuan ini adalah fondasi dasar memahami sebuah persamaan atau fungsi dalam ilmu aljabar. Misalkan portal kuadrat a5 adalah ax(a+1)||25, di mana contoh soalnya seperti nampak di atas.
Kemampuan siswa mengenal keteraturan pola angka juga dapat dikembangkan melalui portal-portal metode horizontal. Melalui kemampuan ini metode horizontal mampu menciptakan creative human calculator—siswa mampu lakukan perhitungan perkalian melebihi kemampuan kalkulator 12 digit. Kemampuan ini bukan lagi merupakan bakat sejak lahir (gifted), tetapi dapat dipelajari melalui metris sehingga potensi kreativitas siswa dalam berhitung semakin terasah. Kita bisa menyaksikan kemampuan mereka dalam Olimpiade Kreativitas Angka (OKA) II pada 14 November 2009 di Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Dalam proses perhitungan pembagian dengan cara tradisional, mencari hasil akhir dilakukan dengan serial mencari hasil sementara secara bertahap. Hasil sementara itu bila dikalikan dengan bilangan pembagi harus lebih kecil atau sama dengan pembilangnya. Bila perhitungan dilakukan dengan cara horizontal, aturannya lebih umum sehingga bisa lebih cepat mencapai hasil akhir.
Ketiga-alasan ini menjelaskan mengapa pembagian cara horizontal adalah penyempurnaan cara tradisional. Hasil sementara proses penghitungan pembagian metris bila dikalikan dengan bilangan pembagi boleh lebih kecil, lebih besar, atau sama dengan pembilangnya karena dasar pemilihan hasil sementara adalah selisih terkecil-pembilang dikurangi perkalian antara hasil sementara dengan bilangan pembagi. Selisih itu bisa bernilai positif atau negatif. Karena konsepnya menggunakan selisih terkecil, cara horizontal mampu memperoleh hasil akhir lebih cepat karena lebih cepat konvergen (Metris: pembagian ajaib, Grassindo).
Kita sepakat, berhitung merupakan ilmu dasar dan pintu gerbang mempelajari ilmu pengetahuan lain. Oleh karena itu, agar pendidikan di Indonesia dapat mengejar ketertinggalan bahkan menjadi lebih unggul dari pada bangsa lain, Indonesia mesti mengembangkan metode pengajaran yang kreatif dan inovatif secara mandiri.
Penulis: Stephanus Ivan Goenawan (SIG)
Penemu Metris
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H