Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tukang Baca Doa

13 Juli 2010   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:54 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pak Ustadz masih duduk di kursinya. Diam. Wajahnya termangu. Gundah. Ia belum beranjak pergi. Padahal pakaiannya sudah terlihat rapi. Celana dan bajunya putih bersih. Kopiah putih nyantel di kepala. "Lho, kok Abi belum juga pergi...." Sang istri menyapa lembut. Perempuan berparas ayu itu lalu duduk di hadapannya. Ia menatap mesra suaminya. Pak Ustadz tak tergoda. Pak Ustadz tetap menampakkan wajah gundah. "Abi, kenapa belum pergi? Kasihan lho Pak Agus sudah menunggu. Kalau Abi nggak ada di sana nanti siapa yang akan bertugas menggantikan Abi di acara syukuran itu?" Pak Ustadz tetap diam. Matanya memandang ke luar. Mulutnya lalu bergerak lirih, seperti melepas kegundahan hatinya. "Umi, aku sebenarnya agak malas pergi ke acaranya Pak Agus. Soalnya dari dulu ya seperti itu. Nggak ada yang lain. Aku hanya diminta baca doa, selesai lalu ya...disuruh pulang." "Lho, Abi nggak kasih ceramah di situ?" Pak Ustadz menggelengkan kepalanya. Selalu begitu bila ada acara di tempat Pak Agus. Acara ceramah keagamaan tidak diperlukan di rumah Pak Agus yang mewah. Dari Pak Ustadz, Pak Agus hanya memerlukan doa penutup. Doa yang dianggapnya -mungkin- paling makbul. Pak Ustadz paham siapa Pak Agus. Ia jauh dari akhlak Islam. Tidak pernah sekalipun Pak Agus ikut dalam kegiatan pengajian warga. Pak Agus juga jarang terlihat di masjid, bahkan hari Jum'at sekalipun. Pak Agus lebih suka merayakan pesta-pesta perayaan di rumahnya. Pak Agus memang orang terpandang. Di kantornya, karirnya moncer. Prinsipnya, tunduk patuh sama atasan adalah kunci kesuksesan. Apa yang dititahkan atasan, itulah yang akan ia kerjakan. Loyalitas total! Tidak ada yang lain. Kerja keras, kerja sama, atau rajin hanyalah pendukung. "Jadi, Abi mau berangkat tidak?" "Sepertinya tidak....," jawab Pak Ustadz sedikit gamang. "Kenapa?" "Abi tidak mungkin datang ke tempat orang yang hanya tunduk dan patuh kepada atasan, tapi tidak pernah tunduk dan patuh kepada atasan yang sesungguhnya, yakni Allah." Istri Pak Ustadz terkejut. Selama hidup berdampingan sebagai suami-istri, rasanya tidak pernah Pak Ustadz mengeluarkan kata-kata itu. Baru kali ini ia berkata seperti itu. Keras. Tegas. Namun, menyakitkan. Istri Pak Ustadz memandang lembut. Bibirnya menyunggingkan senyum. Matanya berbinar indah. "Abi, berangkatlah, "ucapnya pelan. "Pak Agus mungkin memang tidak menunggu Abi. Tapi, Allah sudah menunggu Abi untuk mengucapkan kata-kata pujian dari mulut Abi sendiri." Pak Ustadz terpana. Dadanya bergetar. Matanya menatap mesra sang istri. * * * Sumber gambar: http://setiapdetik.files.wordpress.com/2009/06/doa-mustajab.png

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun