Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Senyumlah Andai Dia Memanggil

21 Juli 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Pak Ustadz!"

Sebuah teriakan keras menyengat telinga Pak Ustadz. Sore itu, sehabis sholat asar. Pak Beni. Lelaki tegap yang mudah sekali tersenyum. Ramah. Ramah sekali. Semua orang tahu Pak Beni. Tahu, karena Pak Beni terkenal murah senyum dan ramah. Ia berlari-lari dengan ketergesaan yang sungguh. Hampir terjatuh ia. Menyalami Pak Ustadz dengan kukuh dan memperlihatkan giginya yang putih teratur rapi. "Pak Ustadz, bisakan nanti malam datang ke rumah saya? Oh ya, saya mau syukuran. Berkat doa restu Pak Ustadz dan warga di sini, saya terpilih menjadi ketua partai, "tutur Pak Beni. Ada kebahagiaan di wajah Pak Beni. Pak Ustadz tahu, Pak Beni aktif di salah satu partai politik yang ada di negeri ini. Kemarin Pak Ustadz memang mendengar Pak Beni mencalonkan dirinya sebagai ketua partai di tingkat kota. Syukur, kalau Pak Beni menang dan akhirnya terpilih. Itu cerita beberapa bulan yang lalu. Kini, Pak Beni sudah muncul lagi di rumah Pak Ustadz dengan kebahagiaan serupa. Juga undangan yang serupa kepada Pak Ustadz. "Pak Ustadz, saya meminta Pak Ustadz hadir nanti malam di rumah saya. Saya mau syukuran..." "Syukuran?! Syukuran apa lagi Pak Beni?" tanya Pak Ustadz sedikit kaget. "Lagi-lagi berkat doa restu Pak Ustadz, juga seluruh warga di sini, saya terpilih menjadi calon pemimpin di kota kita ini..." Pak Ustadz langsung berucap syukur. Ia menyalami Pak Beni kembali. Pak Ustadz senang ada salah seorang tetangganya yang bertarung sebagai calon pemimpin. Jika terpilih, Pak Ustadz berharap Pak Beni mampu menjalankan amanah yang dipikulnya itu. "Saya minta doanya saja Pak Ustadz. Moga-moga saya menang dan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab yang berat ini. Saya berharap Pak Ustadz tidak berhenti mendoakan saya, " pinta Pak Beni beranjak pergi. Pak Ustadz manggut-manggut. Ia yakin bila mau bekerja keras Pak Beni pasti mampu memenangkan pemilihan itu dan sekaligus melaksanakan tanggung jawabnya. Senyum terus terukir di bibir Pak Beni. Sepanjang jalan yang dilalui. Demi mengabarkan warta gembira ke setiap warga yang diundang. Pangkat dan jabatan telah mengundang Pak Beni untuk mendudukinya. Pak Beni senyum, Pak Beni teramat bahagia. Namun, dalam hati kecil Pak Ustadz sebenarnya sangat merindukan senyuman Pak Beni yang lain. Ya, senyuman Pak Beni yang lain!

Senyuman Pak Beni saat panggilan adzan memanggilnya. Bukan jabatan yang memanggil, tapi Allah yang memanggil! Kenapa demikian? Karena Pak Beni memang sulit sekali tersenyum ketika Allah memanggilnya. Ia kerap cemberut, dan bahkan marah kala Allah memanggilnya untuk sekadar bersujud.

Kapan ya Pak Beni mau tersenyum kepada panggilan Allah.... * * *

Sumber gambar : http://pakarfisika.files.wordpress.com/2009/03/muadzin_pakarfisika.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun