Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Puncak Iman

20 Juli 2010   02:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mata Pak Ustadz terpana. Ribuan perasaan berkecamuk. Bahagia, senang, terharu. Di depannya berdiri seorang gadis berkerudung putih. Manis, manis sekali. Pak Ustadz terkesiap beberapa detik, lalu tersadarkan. "Umi! Ini Danti?! Benar Danti?!" seru Pak Ustadz tertahan. Istri Pak Ustadz senyum-senyum. Ia seperti membiarkan suaminya didera keraguan. Bingung. Hayo, siapa? Tebak sendiri! bantinnya. "Benarkan, Danti?" kembali Pak Ustadz meyakinkan dirinya sendiri. "Kalau bukan Danti, siapa? Apa orang lain?" goda istri Pak Ustadz. "Jadi benar, ini Danti?" ulang Pak Ustadz. Istri Pak Ustadz kini mengangguk. Di sampingnya, gadis menjelang dewasa itu hanya tersenyum. Parasnya menampakkan sedikit malu. Namun, hatinya tidak bisa membohongi kalau dirinya sangat bahagia. "Kamu sepertinya sudah berubah sekarang," cetus Pak Ustadz tak mampu menyembunyikan rasa senangnya. Danti tersipu-sipu mendengar ucapan Pak Ustadz. Baginya, ucapan itu tak berbeda dengan pujian. Benar, pujian. Pujian terhadap dirinya. Wajah Danti memerah. Perasaannya berkecamuk untuk kemudian menuju puncak kebanggaan. Dada Danti berdesir. Perasaannya melayang. Pak Ustadz ingat benar siapa Danti. Ia adalah salah satu keponakan istrinya. Dari beberapa perempuan keponakan istrinya, Danti terbilang "istimewa". Ia gadis yang paling susah diatur. Kemauannya keras dan tak mudah ditaklukkan. Ibu dan ayahnya bahkan sudah angkat tangan terhadap Danti. Pikiran Danti aneh-aneh. Meski perempuan ia tidak suka dibatasi. Hidup Danti adalah hidupnya sendiri. Maka pulang malam sudah sangat biasa bagi Danti. Merokok tidak asing baginya. Gonta-ganti kekasih pernah dilakoninya. Lari dari rumah tak terhitung jumlahnya. Hobi Danti ngeband. Tidak dengan perempuan, tetapi dengan laki-laki. Kata Danti, ngeband dengan laki-laki lebih asyik. Keras, lugas, dan bebas. Karena hobinya itu, sekolah Danti amburadul. Ia pernah tidak naik kelas gara-gara hobinya itu. Kini, Pak Ustadz seperti kehilangan kata-kata berdiri di hadapan Danti yang lain. Danti yang berjilbab. Danti yang berperilaku lembut. Lalu, ke mana Danti yang dulu itu? "Paman, Danti ingin mengaji di sini. Danti ingin menambah ilmu agama yang selama ini tidak Danti miliki. Danti berharap, Paman dan Bibi mau sedikit memberi pengetahuan kepada Danti, " harap Danti sambil tertunduk. Pak Ustadz manggut-manggut. Hatinya mengucap syukur. Pak Ustadz yakin, Danti sudah berubah. Jilbab yang dikenakannya adalah bukti. Tak hanya berjilbab, Danti bahkan bersemangat untuk terus mengaji. Namun, Pak Ustadz tak ingin terus berbangga diri terhadap Danti. Ia sangat ingin bersikap biasa. Ujub! Sombong! Pak Ustadz ingin mengenyahkan perasaan itu dari dirinya, juga dari diri Danti, keponakannya itu. Kata Pak Ustadz kemudian. "Danti, jilbab yang kamu kenakan bukanlah puncak tangga keimanan. Ia malah hanya sebuah pijakan tangga yang paling dasar. Jadi, jangan berhenti dengan jilbab. Naiklah terus sesudahnya!" Danti manggut-manggut mendengar ucapan Pak Ustadz. Desir di dadanya mulai surut, juga di dada Pak Ustadz. Kaki Danti kembali menginjak tanah.* * * Sumber gambar: http://www.thehijabshop.com/press/images/THS_IKEA-HIJAB_01.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun