Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibadah Egois

3 Agustus 2010   02:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Pak Ustadz lurus ke jamaah. Ia masih duduk bersila di tempatnya. Namun, untuk kesekian kali pandangan matanya tertumbuk pada lelaki yang keluar dari jamaah sholat maghrib. Begitu terburu-buru, seolah ada pekerjaan yang menanti. Badi, nama lelaki itu. Pak Ustadz tidak pernah melupakan Badi. Badi yang di masa kecil terkenal bandel karena suka menyembunyikan sandal milik temannya di masjid. Badi yang hingga kini tetap menjadi perbincangan orang karena kegemarannya langsung beranjak pergi setelah salam sholat dikumandangkan sang imam. "Badi, jangan pulang dulu....!" Badi berhenti sebelum ia sempat mengambil sandalnya. Wajahnya terheran-heran. Ia tahu siapa yang memanggilnya. Pak Ustadz! Badi berdiri tegak pada tangga masjid. Tapi, tak lama. Ia kemudian masuk ke masjid lagi dan mengambil tempat duduk di pojok. Pak Ustadz menghampiri dengan senyum ramah. Para jamaah seperti tak peduli. Ada apa ya, batin Badi. Hatinya bertanya-tanya. Baru kali inilah Pak Ustadz menahannya sepulang sholat maghrib. Pak Ustadz dan Badi duduk berhadap-hadapan. "Di, aku mau tanya....." Pak Ustadz menghentikan ucapannya. Ia seperti berusaha menunggu reaksi Badi. "Tidak apa-apakan aku bertanya?" "Oh, nggak Pak Ustadz. Silakan saja. Ada apa memang?" Pak Ustadz membetulkan letak kopiahnya. Matanya lurus memandang Badi. Ramah. "Jangan marah ya. Kenapa sih setiap selesai sholat kamu seperti terburu-buru keluar. Selalu begitu. Ada apa memang?" Badi terhenyak. Ha? Kok Pak Ustadz tahu saja. Badi sadar itu memang selalu ia lakukan. Prinsipnya, yang penting ikut sholat berjamaah. Abis itu ya langsung pulang. Tak ada keinginan untuk sekadar duduk berzikir atau berdoa sesudahnya. "Aduh... saya juga tidak tahu, Pak Ustadz. Pokoknya habis sholat jamaah, pinginnya keluar aja. Nggak enak rasanya lama-lama di masjid," jawab Badi sekenanya. Rasa malu dan bersalah tak bisa ditutupinya. Pak Ustadz sedikit kaget, tapi lalu ia manggut-manggut. Coba mengerti. "Di, aku nggak akan nasehati kamu. Tapi, kenapa kamu malas untuk belajar menjadi orang yang dermawan? Bukankah masjid ini adalah tempat kita untuk berlatih saling mengasihi dan menyayangi? "Maksud Pak Ustadz?" Badi menggaruk-garuk kepalanya.Badi benar-benar tak mengerti. "Jangan egois. Berbagilah dengan orang lain, termasuk dalam beribadah." "Saya nggak paham maksud Pak Ustadz...." Badi benar-benar tak mengerti. Pak Ustadz terdiam. Ia mencoba mencari perkataan yang memudahkan Badi memahaminya. Otak Pak Ustadz sedikit berputar. "Begini..... Kapan kamu mendoakan kawan-kawanmu?" Badi menggeleng. Ia merasa tak pernah melakukannya. "Kapan kamu mendoakan saudara-saudaramu?" Lagi-lagi Badi menggeleng. Ia merasa saudaranya bisa berdoa sendiri-sendiri. "Kapan kamu mendoakan orang tuamu sendiri, ibu-bapakmu?" Diam. Badi kali ini tertunduk. Sekelebatan wajah bapak-ibunya menampak. "Gunakan waktu sesudah sholat untuk berdoa sebanyak-banyaknya. Buat orang-orang yang kita kasihi. Ibu, bapak, kakek, nenek, teman-teman, saudara. Semuanya! Doakan mereka dengan kalimat-kalimat yang indah dan baik." Badi mengangguk-angguk. Ia mengerti. Badi paham apa yang mesti ia lakukan selanjutnya. Sampai kemudian Pak Ustadz menutup pembicaraannya. "Di, Allah senang melihat hambanya yang gemar berdoa karena hal itu sungguh akan melatih kita menjadi orang yang suka berbagi." * * * Sumber gambar: http://www.mypreciouself.com/img/pic15.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun