Mohon tunggu...
Sigit Wahyu
Sigit Wahyu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Editor Majalah Bobo & Kidnesia.Com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Konferensi Anak Indonesia 2016

2 November 2016   10:24 Diperbarui: 5 November 2016   20:25 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
36 anak SD dari berbagai daerah yang terpilih menjadi delegasi Konferensi Anak Indonesia 2016.

Sebagai pengasuh majalah Bobo, setiap tahun saya selalu terlibat dalam penyelenggaraan Konferensi Anak Indonesia (disingkat Konfa). Selain bertugas membuat press relase dan mengundang wartawan, saya pernah menjadi supervisor mewakili pimpinan yang sedang berhalangan.

Tahun ini, saya mendapat tugas mencermati kurikulum dan penyelenggaraan acara. Selain itu, saya juga ditugaskan oleh pimpinan, menjadi juri untuk memilih delegasi.

Menjadi juri bagi saya adalah sebuah amanah yang harus saya pertanggungjawabkan kepada seluruh peserta. Saya harus memilih 36 karya tulis yang berkualitas dari 1800-an karya tulis yang dikirim oleh anak-anak yang sangat terobsesi ingin mengikuti konferensi anak ini.  

Mengapa anak-anak begitu terobsesi ingin mengikuti Konfa? Awalnya, saya menduga mungkin karena acaranya seru dan gratis. Biaya transportasi untuk peserta dan pendamping dari daerah ke Jakarta (begitu pula sebaliknya) dan akomodasi selama di Jakarta ditanggung oleh pihak Bobo.

Akan tetapi, kemudian saya banyak membaca surat dari anak-anak dan postingan di facebook dari orangtua yang memuji Konfa sebagai kegiatan yang sangat bagus untuk anak-anak, karena Konfa mengajarkan sikap kemandirian pada anak, nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai keragaman, sikap kritis terhadap persoalan di lingkungan sekitar, menghargai pendapat orang lain, dan lainnya. Alhamdulillah, kalau program tahunan Bobo yang kami buat sejak 2001 ini dirasa bermanfaat bagi semua pihak.

Bagi kami, Konferensi Anak Indonesia adalah salah satu wujud misi Kompas Gramedia dalam ikut mencerdaskan bangsa. Jujur saja, menyelenggarakan Konfa setiap tahun sejak 2001,  sesungguhnya cukup berat. Apalagi di saat bisnis majalah sedang dalam kondisi tidak baik dan harus beradaptasi dengan informasi digital. Namun, melihat antusiasme anak-anak untuk bisa mengikuti Konfa, semangat kami terpompa kembali. Bukankah dibalik pengorbanan itu ada berkah dan hikmahnya?

Antusiasme anak-anak untuk bisa lolos mengikuti Konfa terlihat dalam karya tulis yang mereka kirim. Ayo kita simak petikan tulisan Jefta Christoper Aritonang, siswa kelas 6 SD Kristen 03 Eben Heazer, Salatiga, ini:

Jefta C. Aritonang
Jefta C. Aritonang

Waktu kelas 5 SD, saya pernah mengikuti seleksi Konferensi Anak Indonesia yang diadakan majalah kesayangan saya Bobo. Saat itu saya mengirimkan tulisan bertema Permainan Tradisional. Meski tulisan saya belum terpilih, namun saya tidak menyerah. Buktinya, tahun ini saya mencoba lagi, walaupun saat ini adalah tahun terakhir saya berkesempatan mengikuti Konferensi Anak Indonesia, karena tahun depan saya masuk SMP, sementara Konferensi Anak Indonesia hanya boleh di ikuti siswa SD. Masak sih saya harus TIDAK LULUS SD agar dapat mencoba kembali mengirimkan tulisan saya untuk Konferensi Anak Indonesia… hehehe.

Waktu membaca karya tulis Nicole Woerden Livinstone Lie dari Abepura, Papua, saya tiba-tiba teringat Michelle Horstlie, delegasi Konfa 2012 dari Papua. Waktu mengikuti Konfa 2012, delegasi asal Papua ini sempat bikin repot panitia karena adiknya bernama Nicole yang masih kecil harus ikut ke Jakarta karena tidak mungkin ditinggal di rumah sendirian. Ternyata, empat tahun kemudian adik Michelle bernama Nicole ini lolos menjadi delegasi tahun ini.

Ibu Meilinda Moten, orangtua Michelle menceritakan kepada saya, ”Memang waktu pulang dari mengantar kakaknya Michelle, sudah menjadi angan-angannya. Katanya, Mama, ssaya harus ikut Konfa kalau kelas empat nanti. Puji Tuhan terkabul.”

Semula saya memasukkannya dalam nominasi karena karya tulisnya cukup panjang. Namun sidang dewan juri akhirnya memilih Nicole karena karya tulisnya sangat menarik. Murid kelas 4 SD YPPK Gembala Baik ini menceritakan, selama ini ia tidak begitu peduli dengan buku-buku yang dibelikan mamanya. Namun suatu hari, ketika ia diajak mamanya meresmikan rumah baca di sebuah kampung di daerah Merauke, ia bertemu dengan seorang penggiat literasi bernama Tante Fa. Kita simak, tulisan Nicole berikut ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun