Budaya Nyantrik
Jawa adalah sebuah peradaban yang melahirkan banyak sekali warisan budaya. Seperti yang diterangkan dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tahun 2003, bahwa Pusaka (warisan) budaya mencakup pusaka tangible dan pusaka intangible (Artha dan Ahimsa-Putra, 2004 : 18).Â
Pusaka tangible adalah warisan budaya berupa benda-benda atau dapat diraba dengan indra manusia bersifat fisik. Sedangkan pusaka intangible adalah warisan budaya tak benda, berupa pemahaman ilmu, pengetahuan, norma-norma  yang bersifat konvensional maupun non-konvensional.
Mengutip pendapat Geertz, berpendapat bahwa satu ciri penting dari manusia -- si pembuat kebudayaan -- adalah kemampuannya melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai macam sarana, seperti misalnya suara, bunyi, gerak, gambar, dan sebagainya, dalam kehidupan sehari-hari (Geertz, 1973).Â
Posisi manusia sebagai pembentuk suatu kebudayaan inilah yang kemudian menjalin satu komunikasi melalui apa yang disebut tanda dan simbol. Simbol dan tanda mulanya didasari oleh pengetahuan individu yang kemudian dimaknai secara kolektif dan diterima sebagai pengetahuan kebudayaan (cultural knowledge) (Spradley, 1972).Â
Artinya, seorang manusia dalam perjalanannya, akan membentuk satu konstelasi kebudayaan yang diawali dari komunikasi antar manusia kemudian dimaknai secara kolektif sebagai sebuah kebudayaan, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk nilai-nilai pengetahuan (ilmu) yang disebut sebagai produk kebudayaan.
Menelaah tentang produk kebudayaan yang dapat dibaca melalui (sistem) tanda dan simbol sebagai wujud manifestonya adalah (1) hal-hal yang abstrak seperti ide, pengetahuan, nilai-nilai, norma, dan aturan, yang tidak dapat dilihat, karena tersimpan sebagai pengetahuan yang ada dalam pikiran manusia; dapat berupa (2) hal-hal yang agak abstrak, atau tidak sepenuhnya abstrak, seperti misalnya perilaku dan tindakan manusia; atau berupa (3) hal-hal yang sangat kongkrit dan empiris seperti meja, kursi, buku, gelas, cangkir, dan seterusnya, yang semuanya merupakan hasil perilaku dan tindakan manusia (Ahimsa-Putra, 2004: 33).
Kebudayaan Jawa sama artinya mempunyai arti produk yang disebut "kebudayaan Jawa" itu sendiri. Jawa sangat identik dengan berbagai filosofi dan makna yang dalam.Â
Perjalanannya, produk-produk kebudayaan tersebut, ada yang termakan oleh usia karena alasan tidak lagi relevan dengan nilai-nilai saat ini, sehingga kita -- sebagai orang Jawa -- tidak lagi mengenali warisan tersebut.Â
Tidak menutup kemungkinan, terdapat beberapa produk-produk kebudayaan yang hingga kini masih dinilai relevan dan patut dipertahankan sebagai bagian dari nilai-nilai kehidupan masyarakat.Â
Hingga saat ini, yang masih sangat kental dan dapat dijumpai budaya unggah-ungguh, tata-krama yang secara umum dapat dimaknai sebagai penggambaran  dari sopan-santun bagi usia yang lebih muda kepada yang lebih tua. Hal ini masih lazim dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.Â