Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

'Prajurit Kraton Jogja', Simbol Kuna di Tengah Arus Modernisasi Jogja

8 Agustus 2014   12:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:04 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Bregada Bugisan. (koleksi pribadi),"][/caption]

Tiga orang prajurit Kraton Kasultanan Jogja beriringan naik sepeda di depan saya, menuju ke Utara, arah ke Alun-alun Selatan, dari Benteng Krapyak, pagi hari pukul 07.00, pada hari Lebaran ke-2 yang lalu. Ketiganya telah berusia sepuh, berbadan kurus, namun masih kuat mengayuh sepeda tua kepunyaannya. Saya yang juga sedang naik sepeda untuk berolahraga pagi, langsung menguntit di belakang mereka. Kami berempat mengayuh sepeda beriringan menyusuri jalan menuju ke arah Utara secara perlahan-lahan. Mereka bertiga lalu masuk ke gerbang benteng 'Plengkung Gading' menuju ke Alun-alun Selatan. Sesudah memutar ruas jalan Alun-alun ketiganya lalu keluar dari Alun-alun menyusuri jalan ke Barat menuju ke Kraton (istana Raja).

Sudah menjadi tradisi Kraton Jogja, bahwa setiap lebaran ke-2 selalu diadakan pawai 'Grebeg' yang melibatkan sejumlah prajurit dari berbagai kesatuan ('Bregada'- Bahasa Jawa). Saya saat itu ingin kembali menyaksikan pawai 'Grebeg' dengan tujuan hendak mengajak si kecil, anak saya, guna melihat keramaian suara musik drum band pengiring langkah prajurit serta kuda-kuda yang diarak berjalan di depan barisan.

Pukul 9, saya mengajak istri saya dan anak saya terkecil yang masih berumur 17 Bulan, pergi ke Alun-alun Utara. Suasana tidak begitu ramai. Mungkin masyarakat masih sibuk dengan acara syawalan keluarga. Pukul 10.00 kelompok prajurit pertama muncul dari pintu utama Bangsal Kepatihan Kraton. Prajurit-prajurit yang mayoritas berusia tua itu berjalan perlahan-lahan dengan iringan musik drum band yang dimainkan oleh dua orang. Alat musik pelengkap lainnya adalah trompet, seruling, gong kecil, dan cymbal. Para fotografer dan kameramen video berebut posisi di tengah jalan untuk mengabadikan pawai para prajurit tersebut. Petugas penertib yang mengenakan baju hitam, memakai destar di kepala, sibuk mengatur penonton supaya mundur dua meter dari tepi jalan yang membelah Alun-alun Utara.

Sebelum rombongan prajurit keluar tampak beberapa ekor kuda yang telah dipasang pelana berjalan beriringan keluar mendahului barisan prajurit. Kuda-kuda tersebut terlihat gagah, meskipun tidak terlampau tinggi. Para pegawai pemelihara kuda memegang tali kendali masing-masing kuda sambil berjalan. Ada dua ekor kuda yang juga disertakan dalam pawai kirab. Keduanya tampak istimewa sebab berbadan tinggi besar, berwarna coklat tua dan putih. Kedua kuda itu juga dihiasi dengan pelana dan dipayungi oleh pegawai (pelayan) Kraton. Mungkin kedua kuda tersebut adalah tunggangan Komandan prajurit (Manggala Yudha) yang biasanya dijabat oleh keluarga Kraton.

Suasana menjadi semakin menggelora disebabkan oleh kehadiran 4 ekor gajah berukuran besar yang biasanya menjadi penghuni kandang Kebon Binatang Gembiraloka. Masing-masing gajah ditunggangi oleh pawang yang berseragam pelayan Kraton seperti pakaian seragam yang dipakai oleh para penjaga kuda. Anak saya terlihat sangat senang melihat gajah-gajah itu berjalan gontai menyusul dua ekor kuda di depannya. Baru kali ini saya melihat keberadaan gajah-gajah dalam pawai 'Grebeg'. Mungkin binatang tersebut masih dianggap memiliki ikatan historis dengan Kraton Jogja.

Barisan bregada prajurit yang kemudian beristirahat di tepi kiri-kanan jalan, membelakangi penonton, kemudian menembakkan senapan tuanya saat iring-iringan 'Gunungan' yang berisi sesajian Kraton dibawa keluar dari Bangsal Kepatihan Kraton untuk dijadikan rebutan penduduk di halaman mesjid Agung Kauman yang berada di tepi Alun-alun sebelah Barat. Tembakan 'salvo' itu mengagetkan anak saya yang saya gendong di pundak. Suasana terasa mengharukan bagi saya sehingga tanpa terasa mata saya berkaca-kaca hingga kemudian mengalir ke pipi saya. Saya selalu 'mbrebes mili' terharu bila melihat pawai prajurit berpawai di jalan. Menurut pemikiran saya tradisi 'Grebeg' dan barisan pengawal Kraton merupakan warisan kuna yang sudah tidak selaras dengan kemajuan pembangunan fisik dan gaya hidup di Jogja. Kehidupan mewah dan kecepatan irama hidup masyarakat di kota-kota besar Jawa bahkan di Jogja, sepertinya sangat berlawanan dengan seragam lusuh dan kondisi fisik para prajurit yang berusia tua dan berbadan kurus kering. Profil prajurit tua Kraton dan kendaraan sepeda angin yang dinaikinya sangat berlawanan dengan kecepatan arus konsumtivisme dan hedonisme  lapisan atas penduduk Jogja. 'Grebeg Gunungan' kini hanya ditonton oleh sejumlah kecil lapisan bawah penduduk Jogja serta para turis mancanegara yang sedang berkunjung ke Jogja.

[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Prajurit Kraton Jogja dan senapan,"]

14074519131271346644
14074519131271346644
[/caption]

[caption id="attachment_337152" align="aligncenter" width="448" caption="Bregada Patang Puluh,"]

1407451779769994400
1407451779769994400
[/caption]

[caption id="attachment_337153" align="aligncenter" width="448" caption="Gunungan,"]

14074518581325860870
14074518581325860870
[/caption]

Mungkinkah pawai 'Grebeg Syawal' dan 'Grebeg Maulud' akan tetap menjadi tontonan penduduk Jogja pada masa yang akan datang? Apakah akan ada regenerasi prajurit tua? Mungkinkah diciptakan harmonisasi antara kondisi kesahajaan prajurit tua (abdi dalem) Kraton dengan kemajuan modernisasi Jogja yang telah dipenuhi dengan lambang-lambang kemakmuran kota, misalnya: mall, apartement, dan mobil-mobil mewah Eropa yang semakin banyak bersliweran di tengah kota?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun