Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Postur Fisik Tentara Belgia yang Menawan

23 November 2015   09:40 Diperbarui: 23 November 2015   10:07 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pasca serangan mendadak para teroris ke Paris yang dijuluki sebagai kota mode, kota budaya, kota romantis, kota seni, kota para pemikir filsafat, telah membuat semua negara Eropa kalang kabut. Operasi militer langsung digelar oleh pemerintah Perancis untuk memburu kawanan teroris yang masih tersisa. Bahkan perancang serangan tersebut dikabarkan belum tertangkap hingga kini.

Seminggu setelah serangan, perasaan berduka masih menyelimuti penduduk kota Paris. Mereka pasti shock mengalami peristiwa teror tersebut. Bahkan disebutkan bahwa serangan teroris pada tanggal 13 November 2015 itu digambarkan sebagai serangan terbesar ke Paris setelah Perang Eropa (Perang Dunia ke-2) berakhir. Serangan masif terhadap penduduk sipil yang selama ini selalu menimpa negara-negara Afrika ternyata bisa menjangkau negara di Eropa yang selalu digambarkan maju dalam pertahanan intelijen maupun militernya.

Setelah dilakukan penyidikan, diperoleh informasi bahwa otak dari serangan teror itu berasal dari luar Perancis. Perencana serangan teror ternyata tinggal di Belgia, negara tetangga Perancis, yang sama-sama berbahasa nasional Perancs. Apakah selama ini pihak intelijen Belgia tidak bisa mendeteksi situasi keamanan nasional negaranya sehingga ada segerobolan teroris yang hidup tenang di wilayahnya? Identifikasi berikutnya menunjukkan bahwa pelaku merupakan anggota ISIS (Negara Islam Iraq Suriah) yang berada di tengah-tengah kawasan Suriah dan Irak. Bahkan pemimpin ‘negara ISIS’ pun mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan itu.

Bagaikan mendapat pukulan ‘upper cut’, pemerintah Perancis dan Belgia selanjutnya mengumumkan keadaan darurat tertinggi, dan dengan tergopoh-gopoh menerjunkan ribuan personil militernya  ke penjuru kota dan wilayah untuk mengamankan obyek-obyek penting sekaligus melakukan penangkapan-penangkapan terhadap penduduk yang dicurigai berpotensi sebagai teroris.

Kota Paris dan Brussels yang biasanya tenang, romantis, langsung dipenuhi oleh tentara berseragam tempur lengkap dan polisi. Mobil-mobil keamanan tampak bersliweran dengan lampun rotor berkelap-kelip menyusuri setiap pelosok kota. Penduduk kota yang mengenakan mantel tebal untuk menahan musim dingin bulan Desember kini harus mendapat tatapan penuh selidik dari para tentara yang bertugas menjaga stasiun, lapangan terbuka, dan kawasan bisnis.

Melalui tayangan televisi saya kemudian bisa melihat sosok-sosok tentara Belgia yang sangat jarang muncul ke kancah penugasan militer, untuk pertama kalinya.  Bila selama ini saya selalu melihat pasukan Amerika dan Inggris dalam aksi militernya di Afghanistan dan Irak. Kini saya bisa melihat uniform pasukan Belgia (serta Perancis) bertugas di wilayah negaranya sendiri, di tengah kota Brussels yang indah dengan bangunan-bangunan batu jaman kuna, bergaya arsitektur Gothic dan Roccoco.

Bila dibandingkan dengan postur marinir Amerika atau Inggris yang sering diberitakan saat berada di kawasan gurun pasir berdebu dan panas, anggota pasukan Belgia terlihat lebih tinggi. Mungkin kesatuan militer Belgia yang diterjunkan di Brussels itu merupakan kesatuan elit Angkatan Darat Belgia. Uniform yang dikenakan bercorak coklat dan hijau tua. Penutup kepalanya berupa baret berwarna coklat susu. Mereka tidak memakai helm tempur. Sedangkan pasukan Perancis justru tampak lebih lengkap, karena mereka memakai helm tempur. Seragam lapangan yang dipakai oleh pasukan Perancis bercorak hijau tua kehitaman.

Lalu bagaimana dengan penampilan ‘pasukan negara ISIS’? Tampaknya terdapat perbedaan jauh. Pasukan ISIS sebagaimana laskar-laskar perang kaum nomaden di negara-negara padang pasir, mereka berseragam longgar, bercelana cingkrang, serta selalu menutup mukanya dengan kain untuk menahan debu padang pasir. Baju seragam ISIS tampak serupa dengan pakaian pemberontak Tuareg di Mali, atau kelompok mujahidin di Afghanistan. Perbedaan yang paling mencolok: Pasukan Belgia berwajah bersih, meskipun ada yang terlihat membiarkan cambangnya terlihat tipis memanjang hingga ke dagu (mungkin belum sempat mencukur), sedangkan pasukan ISIS semuanya membiarkan wajahnya berewokan panjang.

Bagaimanakah kehandalan tempur pasukan Belgia-Perancis bila berhadapan dengan militan ISIS? Entahlah…..

 

23 November 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun