Hantaman rudal udara ke darat terhadap gedung KBRI di Sanaa, Yaman, dalam serangan udara pesawat-pesawat tempur skuadron koalisi Liga Arab, membuat efek yang sensasional. Skala ledakan yang sangat besar, bahkan 'terbesar' dibandingkan efek ledakan dalam serangan sebelumnya (menurut keterangan saksi mata) juga terlihat dalam tayangan televisi, akhirnya memang membuat kehancuran total pada gedung KBRI.
Bila sasaran gedung KBRI merupakan target utama dari pesawat-pesawat tempur, tentulah merupakan sebuah keteledoran, sebab gedung Kedutaan biasanya pasti berada di lokasi yang jauh dari instalasi militer. Bahkan pada umumnya kumpulan gedung-gedung bangunan Kedutaan berdiri di wilayah elit ibukota sebuah negara.
Lalu mengapa gedung Kedutaan Republik Indonesia menjadi sasaran pemboman pesawat Liga Arab? Apakah karena bentuk bangunan KBRI seperti bangunan hanggar pesawat atau bangunan penyimpanan mesiu?
Bila dianalisa, kejadian tersebut tentu menjadi sebuah peringatan bagi warga negara Indonesia (WNI) di kawasan panas Timur Tengah, bahwa pertempuran yang kini terjadi pada sejumlah negara di kawasan kaya minyak tersebut bukan sekedar 'pertempuran kelas ringan'.
Selama ini ada kesan bahwa WNI di negara Timteng selalu bisa menghindar (atau terhindar) dari konflik persenjataan berat di perkotaan maupun padang gunung. Ada pula sebuah kesan bahwa pihak-pihak yang bertikai selalu menghormati individu-individu yang berasal dari Indonesia. Saya menangkap kesan (dalam berbagai pemberitaan serta tulisan tentang pengalaman orang Indonesia di Timur Tengah) bahwa penduduk negara-negara di Timur Tengah sangat menghormati pendatang dari Indonesia. Mereka seakan-akan masih punya hutang budi pada Presiden Sukarno, tokoh yang telah membangkitkan semangat Bangsa Asia-Afrika yang diwujudkan dalam Konferensi Asia-Afrika, tahun 1955, 60 tahun yang silam.
Ribuan WNI pendatang di negara-negara Timur Tengah yang kini sedang memanas mungkin merasa bahwa konflik bersenjata adalah kejadian lumrah. Apalagi mereka telah merasa menjadi warga Timur Tengah karena telah menetap puluhan tahun di sana. Namun konflik bersenjata berat yang saat ini terjadi di Yaman seyogyanya tidak dianggap sepele. Gempuran dari berbagai macam jenis persenjataan canggih, berupa rudal pesawat tempur, bom, dan peluru artileri berat, bukan tidak mungkin akan semakin sering menghantam sasaran-sasaran permukiman penduduk sipil.
Bila memang dirasa semakin gawat, maka sebaiknya para WNI di Yaman segera dievakuasi seluruhnya atau segera menjauh dari ibukota Sanaa yang sedang mendapat gempuran bertubi-tubi dari pesawat tempur F-15 'Strike Eagle', F-16 'Fighting Falcon', milik negara-negara Liga Arab.
Kawasan Timur Tengah sejak lama memang selalu jadi ajang pertempuran. Belum usai dengan persoalan meluasnya kelompok ISIS yang berhasil menguasai kota-kota di Suriah dan Iraq, kini muncul lagi pemberontakan suku Houthi di Yaman, negara yang terletak di Selatan Jazirah Arab.
Yaman yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi sebenarnya masih bersaudara dengan Bangsa Arab. Bila mengutip dari buku 'A History of Middle East, Peter Mansfield, Penguin group, England, 1991.
Introduction: From ancient to modern.
The racial origins of the Arabs are highly obscure. The Arabs of today have inherited a tradition that they come from two stocks - the Qahtanis and Adnanis. The former originated in the rain -fed highlands of south- western Arabia and are descended from patriarch Qahtan. The latter came from the north and center of the peninsula and are descended from the patriarch Adnan. Almost every Arab tribe claimed descent from one of the other. Of two, it is the southerners or Yemenis who now form half the population of Arabia and are called the 'true Arabs', the sons of Adnan being called Mustarib or arabized people. Although today there is no obvious racial between those who call themselves Qahtanis and those who call themselves Adnani, there are two recognizable racial types among the general population of Arabia. The tall people with clean-cut, hawk-like features come mainly from the north; while those in the south tend to be shorter with softer and more rounded features - in the origin they are probably related to the Ethiopians. It is therefore ironic that it is the southerners who are considered the 'true Arabs', for it is the northerners who provide the popular image of the Arab and it was in central and northern Arabia that the classical Arabic tongue - the vehicle of Arab/ Islamic civilizations - developed.