Sebuah berita menyebut bahwa Museum Dirgantara di Jogja hendak mengadakan peringatan ulang tahunnya yang ke 47, pada bulan April yang akan datang. Peringatannya akan ditandai dengan mengadakan pernikah masal (beritanya di sini). Tampaknya panitia hari ulang tahun Museum Dirgantara hendak membikin acara yang tidak lazim. Biasanya yang dilakukan adalah pengobatan masal atau sunatan masal.
Lalu menurut rencana pasangan pengantin itu akan diberi kesempatan mencoba naik pesawat-pesawat koleksi Museum tersebut. Pesawat-pesawat yang akan disiapkan oleh panitia, adalah: pesawat Kepresidenan pada jaman pemerintahan Presiden Sukarno, helicopter Kepresidenan, pesawat angkut ‘Dakota’, dan sebuah pesawat jet latih tempur pada masa Bung Karno berkuasa.
Saya terperanjat kaget sewaktu mendengar informasi dari teman saya, bahwa pasangan pengantin tersebut nanti akan diberi kesempatan terbang menggunakan pesawat-pesawat tersebut. Jawaban saya: Tidak mungkin pesawat-pesawat tua itu diterbangkan lagi. Pesawat itu telah dibiarkan selama puluhan tahun tanpa pernah dihidupkan mesinnya, jadi mustahil bisa diterbangkan kembali, kecuali oleh teknisi dari pabrik pembuatnya.
Diantara pesawat yang hendak ditonojlkan dalam HUT tersebut terdapat sebuah pesawat yang tiba-tiba menarik perhatian saya, yakni pesawat latih lanjut beridentitas: L-29 ‘Delpine’. Awalnya saya duga pesawat itu adalah pesawat buatan Amerika. Beberapa kali dalam kunjungan ke Museum Dirgantara, saya tidak ingat ‘Apakah L-29 ‘Delpine’ juga jadi koleksi museum tersebut’. Koleksi pesawat tempur bermesin jet yang paling saya ingat adalah MIG 15, MIG 17. MIG 19, MIG 21 (Chekoslavia), F-86 ‘Sabre’ (Amerika), De Havilland ‘Vampire’ (Inggris), dan T-33 ‘Bird’ (Amerika).
Dugaan saya bahwa L-29 adalah pesawat ‘made in Amerika’ ternyata salah. Yang benar, pesawat L-29 ‘Delpine’ (awalnya saya mengira ‘Dolphine’), merupakan pesawat latih lanjut buatan Cekoslovakia (sekutu Soviet). Buru-buru saya mencari keterangan tentang pesawat tersebut, sekalian melihat aksi terbangnya di ‘You Tube’.
[caption caption="L-29 'Delpine'. Sumber foto: www. airliners. net"][/caption]Mengapa L-29 ‘Delpine’ bisa berada di Indonesia? Jawabannya: ‘Ya’ pasti karena dulu kita membeli ratusan pesawat tempur dari Uni Soviet, sehingga perlu ada pelatihan bagi para pilot AURI untuk bisa menerbangkan pesawat-pesawat tempur MIG tersebut. Pesawat L-29 ‘Delpine’ menjadi pesawat latih bagi para pilot AURI.
Menyaksikan atraksi terbang L-29 ‘Delpine’ di ‘You Tube’ telah memberi sensasi khusus bagi saya. Sebagaimana pesawat-pesawat jet era 60-an, gelegar suara jet yang ditimbulkan oleh pesawat L-29 (yang masih tersisa) sungguh-sungguh sangat gagah.  Pada awalnya saya sungguh-sungguh mengira bahwa ‘Delpine’ buatan Amerika, namun lambing bintang merah di bagian ekor membuat saya jadi bertanya-tanya. Dari keterangan di Ensiklopedia, dijelaskan bahwa L-29 ‘Delpine’ dibuat di Chekoslavia (sekutu Soviet dalam Pakta Warsawa).
Posisi L-29 ketika berada di landasan terlihat rendah, mirip dengan MIG 17. Namun ketika telah mengudara aksi terbangnya mirip dengan MIG 17 ‘Fresco’, sangat lincah.
Seandainya dalam acara HUT Museum Dirgantara, bulan April mendatang, pesawat L-29 ‘Delpine’ bisa diterbangkan kembali, saya berjanji akan pulang kampong dan menyaksikan langsung acara penerbangn tersebut hingga tuntas.
22 Januari 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H