Lahan untuk kuburan jenazah atau pemakaman ternyata merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan lahan untuk tempat tinggal manusia ketika masih hidup. Proses mendapatkan ijin memakamkan jenazah di wilayah saya, di Desa Cipeucang, kecamatan Cileungsi, ternyata bukan hanya persoalan biayanya yang tinggi, namun juga menyangkut status lokasi lahan kuburan yang akan dipakai untuk mengubur jenazah. Selama saya bermukim di perumahan yang terletak di Desa Cipeucang, kecamatan Cileungsi, setiap anggota warga perumahan yang meninggal dunia selalu dimakamkan atau dikubur di lahan pemakaman yang terletak di perkampungan desa. Lahan tersebut sebetulnya tidak dikhususkan untuk TPU (Tempat Pemakaman Umum), namun merupakan tanah kosong milik pemerintahan desa, yang lokasinya memang terpencil, di tepi sungai.. Seiring perjalanan waktu dan perkembangan perumahan, beberapa waktu yang silam ketika ada salah satu warga perumahan yang meninggal dunia, pihak aparat RT kebingungan mencari lahan yang bisa dipakai untuk menguburkan jenazah. Untungnya, diperoleh informasi bahwa ada lahan kosong di perkampungan desa yang bisa dipakai untuk mengubur jenazah. Akhirnya setelah dilakukan pendekatan terhadap aparat RT, RW, dan Kepala Dusun, yang 'memiliki' lahan tanah kosong tersebut, keluarga jenazah dapat memakamkan anggota keluarganya di sana. Pemakaian lahan kosong yang berjarak kurang dari satu kilometer dari perumahan tempat tinggal saya terus berlanjut hingga kini. Lahan tersebut kini semakin penuh diisi nisan-nisan kuburan warga perumahan Mengapa di desa-desa di kecamatan Cileungsi tidak tersedia TPU, penyebabnya adalah penduduk sudah terbiasa untuk mengubur jenazah anggota keluarganya di halaman rumahnya masing-masing secara turun temurun. Persoalan kini muncul ketika biaya untuk memakamkan jenazah telah naik menjadi hampir satu juta rupiah, yang sebelumnya hanya sebesar enam ratus lima puluh ribu rupiah. Pengurus RT perumahan tentu saja pusing tujuh keliling memikirkan kenaikan biaya tersebut. Biaya itu tentu juga akan dirasakan sebagai beban berat bagi keluarga yang tidak mampu. Situasi bertambah rumit ketika pengurus RT belum mempunyai dana kematian yang seharusnya telah dikenakan kepada setiap warga, sebagai persiapan biaya pemakaman setelah meninggal dunia. Kami, Ketua RT dan beberapa warga sempat membahas masalah ini dan akhirnya diputuskan untuk mencari alternatif tempat pemakaman yang lain yang ongkosnya lebih murah. Alternatif untuk mencari lahan pemakaman akhirnya ditemukan, yaitu sebuah TPU yang disediakan oleh Pemda Kabupaten Bogor. TPU itu terletak di Desa Jatisari, yang merupakan desa tetangga Cipeucang, Desa Jatisari merupakan desa pemekaran dari Cipeucang. Saya mencoba mencari tahu letak TPU yang pernah saya dengar keberadaannya puluhan tahun yang silam. Hari Sabtu, 7 Juni dan hari Minggu, 8 Juni 2013, saya bersepeda menuju ke lokasi TPU. Setelah bertanya kepada dua penduduk, lokasi TPU itu dapat saya temukan. Saya terperangah setelah sampai dan melihat keberadaan TPU Jatisari. Kondisi TPU terlihat rapih, dengan tampilan fisik berupa lahan tanah rata terbuka mirip lapangan dan jalur-jalur jalan selebar tiga meter di sekelilingnya yang ditutupi paving block. Dekat pintu masuk ke TPU terdapat bangunan kecil untuk pos penjaga TPU yang berdiri di atas lapangan parkir dengan lapisan paving block. Tampak jelas bahwa area TPU selalu dirawat karena tampak bersih. Hal yang membuat saya mengernyitkan kening adalah ditengah-tengah lahan hanya terlihat sebuah 'pathok' kayu yang menandai adanya jenazah yang dikubur di sana. Apa yang telah terjadi pada TPU Jatisari yang telah berdiri sejak tahun 1996, namun hanya terisi sebuah kuburan saja (?). Saya mencoba bertanya pada seorang laki-laki yang melintas. Menurut penjelasannya, TPU Jatisari tidak disetujui oleh warga disekitar lokasi sejak berdiri, karena pihak Pemerintah tidak memperbaiki jalur jalan menuju ke lokasi yang hingga kini memang masih berupa jalan tanah. Barangkali ada hal-hal lain yang menjadi alasan warga untuk menolak pemakaian TPU tersebut yang saya tidak tahu. Namun kemudian saya berpikir: 'bagaimana cara pendekatan yang dilakukan oleh Pemda terhadap warga yang tinggal di sekitar TPU sehingga proyek yang telah terwujud dan konon memiliki luas tanah sebesar 10 (sepuluh) hektar itu akhirnya terlantar selama lima belas tahun tanpa guna?'. Lalu dimanakah jenazah warga di kecamatan Cileungsi hendak dikubur ? Jawaban yang saya peroleh dari seorang warga yang sedang mengolah tanah di dekat TPU, ketika saya berkunjung lagi pada hari Minggu pagi, adalah : Setelah rencana pemakaian TPU Jatisari ditolak warga, Pemda membuat TPU lainnya yang terletak di Desa Tanjungsari, di Kecamatan Jonggol. Hingga kini saya belum tahu letak lokasi TPU di Jonggol yang disebutkan oleh laki-laki itu. [caption id="attachment_259295" align="alignnone" width="640" caption="Area kuburan TPU Jatisari yang masih kosong (dok pribadi)."][/caption] [caption id="attachment_259296" align="alignnone" width="480" caption="Peraturan untuk penguburan jebazah (dok pribadi)."]


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI