Mas Gareng dan mbak pesinden bermain tebak-tebakkan dalam acara perhelatan atau hajatan sunatan, dalam tayangan VCD bus malam yang sedang saya naiki. Bus malam yang sedang melaju menuju ke Jogja, setelah keluar dari terminal bus Purworejo itu memang dilengkapi dengan pemutar VCD dan tentu saja kursi duduk yang dapat disetel kemiringannya.
Mas Gareng melontarkan pertanyaan (dalam bahasa Jawa): " Bagaimanakah bunyi alat musik kendang?".
"Bunyi kendang ketika ditabuh, adalah: plak tung plak tung plak!", jawab mbak pesinden.
"Betul! Kalau bunyi bunyi 'gong'?".
"Dhung...dhung...!".
"Lalu, bagaimanakah bunyi 'seruling'?".
"Thulat... thulit....!".
"Salah ! Bukan begitu bunyi seruling!", mas Gareng menjawab sambil menoleh kepada mbak pesinden.
Mbak pesinden mulai bingung. "Seruling itu bunyinya dari dulu 'thulat...thulit...', mas Gareng".
"Dudu! (bukan!). Suling kuwi unine: 'mung'! (seruling, bunyinya, adalah: 'mung')". Mas Gareng lalu melanjutkan penjelasannya: "Coba rungokna tembang 'Gambang Suling': 'Gambang suling, ngumandang swarane..... Thulat-thulit, kepenak unine... U...unine 'MUNG' !". Tangan mas Gareng bergerak seolah-olah menegaskan. Muka mbak pesinden langsung melongo mendengar penjelasan mas Gareng.
"Hahahaha !!", saya menahan tawa di tempat duduk bus malam yang sedang saya naiki. Asem tenan... ternyata mas Gareng memelintir kata 'mung' di syair tembang 'Gambang Suling' yang sebenarnya merupakan rangkaian kalimat yang belum tuntas. Adapun syair lengkap dari tembang 'Gambang Suling, adalah: