Saya masih ingat ketika jalur pedestrian itu dibuat oleh pengelola kompleks real estate mewah 'CG' di kawasan Cibubur. Saya rasa belum genap setahun. Jalur jalan selebar 60 centimeuer untuk para pejalan kaki pulang-pergi dari bagian depan menuju ke belakang atau sebaliknya pasti dibutuhkan para pejalan kaki di perumahan tersebut. Terbukti ketika saya melintas setiap pagi ada beberapa penghuni permukiman yang berolah-raga jalan santai bersama-sama, melintas di atas pedestrian itu. Saya yaqin para penghuni permukiman mewah itu pasti menyambut gembira sarana tersebut. Meskipun saya bukan penghuni di sana, namun saya juga ikut merasakan kenyamanan melintasi jalan tersebut, apalagi dengan penambahan sarana pedestrian tersebut. Itu adalah keharusan bagi sebuah kelengkapan prasarana jalan.
Pedestrian tersebut tadinya tidak ada sama sekali, sehingga membuat para pejalan kaki harus berjalan di tepi jalan aspal. Kini sebagian dari pedestrian itu dibongkar untuk mengganti cetakan pembatas di tepi jalan. Cetakan pembatas yang berukuran lebih lebar daripada cetakan sebelumnya mengakibatkan berkurangnya lebar pedestrian, sehingga hanya menyisakan jalur selebar 30 centimeter. Jalur selebar 30 centimeter tentu tidak ideal bagi seorang pejalan kaki sekalipun. Apalagi bagi dua orang yang berjalan berpapasan. Kondisi yang tampak pada saat ini adalah 'terpotongnya' sebagain jalur pedestrian sepanjang sekitar 100 meter. Para pejalan kaki tentu harus bersusah-payah meniti jalur yang sangat sempit. Perlu diketahui juga bahwa letak pedestrian itu hanya terdapat pada satu sisi tepi jalan, itupun terpotong-potong pada beberapa tempat. Sebagian di tepi kiri, sebagian di tepi kanan jalan, yang otomatis membuat pejalan kaki harus menyeberang berkali-kali bila hendak berjalan kaki melalui pedestrian itu.
Pedestrian yang sangat dibutuhkan oleh pejalan kaki ternyata masih belum dianggap penting keberadaannya. Seharusnya (sebagaimana di negara-negara dengan tingkat kesejahteraan tinggi) fasilitas untuk pejalan kaki itu telah dipikirkan dan didesain sejak awal dibangunnya kompleks permukiman. Kondisi pedestrian yang bagus dan terawat adalah tanda tingginya penghargaan terhadap manusia (The act of walking is often a necessary act but can also merely be an excuse for being present - "I will just walk by".), sedangkan perhatian yang terlalu besar pada fasilitas jalan raya menandakan hilangnya penghargaan terhadap pentingnya faktor keselamatan bagi manusia yang beraktivitas melalui jalan kaki. Jika pedestrian dibikin semakin menyempit tentu akan membuat pelintas akan semakin kesulitan untuk berjalan secara nyaman. Pejalan kaki akan berpindah-pindah posisi berjalan ketika berpapasan dengan pejalan kaki lainnya dari arah berlawanan. Apalagi ditambah dengan pemutusan jalur pedestrian pada beberapa bagian yang membuat pejalan kaki harus menyeberang jalan untuk melanjutnya perjalanannya.
'Walking demands space; it is necessary to be able to walk reasonably freely without being pushed, and without having maneuver too much. The problem here is to define the human level of tolerance for interferences encountered during walking so that spaces are sufficiently narrow and rich in experiences, yet still wide enough to allow room to maneuver ('LIFE BETWEEN BUILDING', Using Public Spaces, Jan Gehl).
[caption id="attachment_348607" align="alignnone" width="640" caption="Pemotongan jalur pedestrian."][/caption]
[caption id="attachment_348608" align="alignnone" width="633" caption="Lebar semula jalur pedestrian."]
Inilah fakta bahwa pejalan kaki masih belum mendapatkan 'jatah' ruang yang memadai pada beberapa permukiman dan ruang kota di negeri ini.
19 Oktober 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H