Mohon tunggu...
Sigit Riyanto
Sigit Riyanto Mohon Tunggu... Insinyur - Activity

Menempuh pendidikan di Teknik Geodesi UGM Yogyakarta, sempat bekerja di 2 perusahaan tambang di kalimantan dan salah satu vendor peralatan survey dan pemetaan terkemuka di Indonesia. Saat ini aktif mengembangkan, merakit, dan menganalisa penggunaan pesawat tanpa awak untuk pemetaan atau lebih dikenal dengan unmanned aerial vehicle / drone untuk pemetaan. Aktif dalam pemantauan kubah lava G. Merapi menggunakan pesawat rakitan, menghitung volume dan luas bentuk kubah lava merapi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Memancing Satelit

28 Januari 2010   07:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:13 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa kata dunia!". Slogan yang menarik sekaligus menyindir. Mungkin itulah komentar yang akan keluar dari mulut seorang ibu kalau melihat suaminya pulang memancing tanpa membawa ikan. Kita sudah sangat familiar dengan slogan tersebut tentunya seperti yang sering ditayangkan di televisi setiap harinya. Ya...memancing memang identik dengan ikan. Apapun itu mungkin istilah "memancing di air keruh" merupakan bentuk idiom atau apalah istilahnya dalam tata bahasa Indonesia yang kurang lebih artinya pada saat air keruh ikan kabur penglihatannya jadi makin mudah tertipu, alih-alih makanan ternyata kail yang tajam. Paling tidak begitu menurut pemahamanku. Bagaimana jadinya kalau yang dipancing adalah satelit. Bukan sembarang satelit, tapi satelit navigasi. Anda akan lebih tahu kalau saya menyebutnya dengan satelit GPS (Global Positioning System). Paling tidak istilah GPS lebih tenar daripada satelitnya. Banyak orang menggunakan GPS dan tahu bagaimana operasionalnya. Tapi tentu tidak sedikit yang tahu kalau GPS adalah sebuah sistem. Yah, sebuah sistem. Sistem yang salah satu participant-nya adalah kita, user. Sebuah sistem tentu terdiri dari gabungan beberapa item. Dalam GPS ada satelit, stasiun kontrol, gelombang sinyal satelit, dan receiver GPS. Nah peran kita sebagai user memanfaatkan receiver ini. Negara kita mungkin sangat kaya tapi tidak punya satelitnya, atau mungkin belum. Kalau tidak punya televisi buat apa membeli remotenya. Kira-kira begitulah kalau tidak punya satelitnya untuk apa membangun stasiun kontrolnya. Saya tidak akan menjelaskan gelombang sinyalnya punya siapa, tapi yang terpenting saat saya tulis artikel ini adalah bahwa kita bisa memiliki receiver GPS. Sebut saja Blackberry, atau handphone yang dilengkapi dengan A-GPS (Assisted-GPS). Itulah yang disebut dengan receiver GPS. Fungsinya tak kurang dan tak lebih daripada sebagai piranti yang mampu menerima sinyal satelit dan informasi satelit lainnya. Dengan catatan tidak ada benda atau kejadian yang menghalangi jalannya sinyal dari satelit ke receiver. Kurang lebih kejadiannya akan seperti gambar berikut ini. Pernahkah GPS anda mengalami lost contact dengan satelit? Ah...pertanyaan yang jawabannya sangat mudah. Ibu-ibu arisan juga sudah tahu jawabannya. Mungkin. Saya berbagi sedikit cerita berdasarkan pengalaman saya. Untuk lebih jelasnya tentang GPS dan bla bla bla bisa membaca buku dari Prof. Hasanuddin Z. Abidin, satu-satunya profesor yang terkenal di dunia dengan spesifikasi GPS. Sebuah mobil melaju di tol. Ketika akan melewati pintu tol, mobil melambat karena terjadi kemacetan di depannya. Selama di tol ternyata arus lalu lintas tidaklah mulus, ada saja kendaraan yang melambat dan melaju tanpa beraturan. Di satu titik saya malah harus menghentikan mobil yang sedang saya kendarai karena terdapat truk yang terbalik melintang di tengah tol sehingga tidak ada kendaraan yang bisa melanjutkan perjalanan. Jika ternyata truk tersebut tidak dievakuasi secepatnya, saya akan telat sampai di tujuan. Setelah beberapa lama jalur tol sampai di penghujungnya dan mobil akan melalui pintu tol untuk keluar. Tidak mungkin mobil anda akan mempertahankan kecepetan semula. Saya yakin dengan sangat anda akan melambatkan kendaraan sejenak sebelum melalui pintu tol. Jika mobil saya analogkan dengan sinyal satelit, maka tol saya samakan dengan wahana atau media yang dilalui sinyal dari satelit ke receiver, angkasa atau langit. Seperti di tol, di angkasapun ternyata sinyal tidak bisa berjalan dengan mulus. sinyal akan melalui lapisan udara atmosfer seperti ionosfer, stratosfer dan sebagainya. Disini sinyal bisa saja melambat atau malah makin cepat lajunya di udara. Sedangkan truk yang terguling saya ibaratkan dengan halangan seperti gedung, pohon, atap, atau apapun yang menghalangi datangnya sinyal. Sehingga tidak akan ada informasi apapun yang diperoleh jika GPS kebetulan berada di bawah halangan. Ini hanya salah satu penyebab tidak ada satelit dalam GPS anda. Masih ada yang lain. Simak di blog saya selanjutnya. Semoga memberi tambahan pengetahuan bagi anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun