Air laut di perairan Batam tiap tahunnya berganti warna. Bukan karena pantulan cahaya matahari pada endapal glacial ataupun karena jenis alga tertentu, melainkan dampak buruk dari letak wilayah itu yang berada di dekat selat tersibuk dunia.
Batam bukan pula Laut Hitam. Letaknya pun jauh dari laut dalam yang berada di Eropa tenggara dan Asia Kecil. Laut Batam bahkan tidak terhubung langsung dengan laut yang menyambung ke Laut Tengah oleh Selat Bosporus dan Laut Marmara, dan Laut Azov oleh Selat Kerch. Laut Batam diapit Selat Malaka, Selat Philip, Selat Singapura dan Laut China Selatan.
Dampaknya, Batam dan Bintan merasakan langsung akibat buruk ekologis dari kegiatan ekonomi di laut. Kapal yang berlabuh, lego jangkar atau melintas kadang menumpahkan minyak sisa atau sludge oil ke perairan.
Anggota Komisi III DPRD Batam Jefri Simanjuntak menyebut, hitamnya air laut itu adalah faktor kesengajaan. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu menuding, kapal-kapal nakal melakukan pengurasan tanki untuk membuang endapan residu bahan bakar.
Dia mencurigai sludge oil berwarna hitam pekat itu akibat aktivitas pencucian tanki yang juga dilakukan oleh kapal tanker pengangkut minyak mentah. Crude oil washing dalam istilah pelayaran dilakukan usai kapal membongkar muatan.
Masih menurut Jefri, proses pencucian itu biayanya sangat mahal sehingga awak kapal mencucinya sendiri lalu mengalirkan residunya begitu saja ke laut. Masalah berikutnya adalah, mereka melakukan kegiatan ngawur itu saat angin mengarah ke Pulau Batam.
Indikasinya, Singapura yang gedungnya dapat dilihat jelas dengan mata telanjang di Pulau Belakangpadang jarang menerima residu serupa. Ada dugaan, kapal yang berada di perairan internasional itu tidak berani melakukan saat angin mengarah ke Singapura. Mereka memilih mengirim residu minyak mentahnya ke arah Indonesia karena mengetahui aturan dan akibat hukumnya tidak terlalu berat.
Paling banter, Dinas Lingkungan Hidup hanya mengambil sampel air, kemudian menyusun kertas laporan. Setelah itu, menunggu sludge oil larut sendiri dan publik melupakan.
Beberapa minggu terakhir, sludge oil melanda Pulau Belakangpadang. Air di kecamatan dengan wilayah kecil yang berada di dekat instalasi penimbunan BBM milik Pertamina Pulau Sambu itu menghitam. Pertamina kemudian berusaha mengatasi dengan menyemprotkan oil dispersant, bahan kimia yang berfungsi untuk memecah minyak menjadi partikel lebih kecil. Setelah mengecil, minyak akan larut dengan sendirinya oleh air laut.
"Laut di perairan Batam tiap tahunnya berganti warna. Bukan karena pantulan cahaya matahari pada endapal glacial ataupun karena jenis alga tertentu, melainkan dampak buruk dari letak wilayah itu yang berada di dekat selat tersibuk dunia."