Ketiga, minimnya bacaan. Perspektif dan wawasan yang luas dapat diperoleh dari bahan bacaan yang luas dan beragam. Untuk menentukan topik riset, kita harus membaca berbagai literatur tentang topik itu agar kita memperoleh gambaran sudah sejauh mana topik tersebut diteliti orang lain. Dengan demikian, kita bisa menemukan celah atau gap yang belum banyak diperhatikan peneliti sebelumnya.Â
Masalahnya, upaya ini belum dilakukan oleh mahasiswa. Bacaan mereka terhadap artikel-artikel jurnal ilmiah masih sangat terbatas. Tak banyak dari mereka yang akrab dengan data base jurnal.
Akar Masalah dan Solusinya
Dari sini dapat kita tarik benang merah bahwa akar masalah utama mengapa mahasiswa kesulitan menemukan topik penelitian adalah minimnya bacaan terhadap literatur ilmiah. Maka dari itu, sebelum mahasiswa memasuki semester akhir, diperlukan pembiasaan mengakses dan membaca artikel-artikel jurnal ilmiah sesuai dengan bidang dan minat mereka.Â
Budaya penelitian perlu dibentuk dalam diri mahasiswa sedini mungkin. Pembelajaran di kelas harus diupayakan memberikan ruang yang luas bagi mahasiswa untuk membangun pengetahuan dan pengalaman mereka tentang penelitian. Model-model pembelajaran seperti Project-Based Learning, Problem-Based Learning, Inquiry Learning, dan Discovery Learning dapat diakomodasi untuk memenuhi kebutuhan ini.
"Budaya penelitian perlu dibentuk dalam diri mahasiswa sedini mungkin. Pembelajaran di kelas harus diupayakan memberikan ruang yang luas bagi mahasiswa untuk membangun pengetahuan dan pengalaman mereka tentang penelitian"
Dosen perlu merancang tugas-tugas kuliah yang sebisa mungkin mendorong mahasiswa membaca hasil-hasil riset termutakhir. Pada konteks ini, membuat literature review atau tinjauan pustaka tentang tema-tema tertentu dapat menjadi solusi. Selain memperluas wawasan, mahasiswa juga dapat mengembangkan nalar kritis mereka.Â
Tugas lainnya yang dapat digunakan untuk membentuk budaya riset adalah tugas makalah. Sebelum memberikan tugas ini, dosen menjelaskan langkah kerja ilmiah yang bisa digunakan mahasiswa dalam menulis makalah. Selain itu, dosen juga perlu memberikan guidelines referensi dengan membatasi pada artikel jurnal maksimal terbit lima tahun terakhir.
Untuk mendukung usaha-usaha tersebut, mengenalkan data base ilmiah sejak awal sangat diperlukan. Tidak ada salahnya sejak semester awal mahasiswa dibiasakan mengakses dan membaca referensi dari data base seperti Google Scholar, ERIC, Sciendirect, Springer link, Taylor and Francis, dan Emerald.Â
Akan lebih bagus lagi jika dosen memberikan pelatihan online research skills sejak awal-awal perkuliahan. Termasuk bagaimana cara menggunakan manajer referensi seperti Zotero dan Mendeley. Tak kalah penting juga dalam konteks ini adalah mengajarkan integritas akademik  dalam proses penelitian.
Salah satu kelemahan pendidikan tinggi kita adalah rendahnya budaya riset. Lihat saja kinerja publikasi ilmiah internasional kita yang masih kalah dengan tetangga sebelah.Â
Merujuk pada data Scimago Journal & Country Rank, Indonesia berada di urutan ke-38 di bawah Singapura ( peringkat 35) dan Malaysia (peringkat 26). Padahal kita memiliki mahasiswa dengan jumlah yang begitu besar. Bayangkan jika semuanya berhasil mempublikasikan artikel ilmiah di jurnal internasional. Peringkat publikasi kita tentu akan terdongkrak naik.Â