Mohon tunggu...
Sigit Pamungkas
Sigit Pamungkas Mohon Tunggu... swasta -

Tergabung dalam buku Antologi puisi 1. akar hati semesta 2. menatap semesta cinta 3. pesanggrahan hati 4. menatap semesta asa 5. bianglala

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Harus Aku?

23 Agustus 2017   08:22 Diperbarui: 23 Agustus 2017   08:25 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup tak selalu berisi kesenangan-kesenangan belaka. Pada suatu ketika setiap kita pasti akan mengalami pasang surut kehidupan. Kesenangan, kesedihan, mendapatkan, kehilangan, pertemuan, juga perpisahan. Semua itu tak dapat dihindari. Suatu kesempatan kita akan merasa begitu bahagia dan suka cita ketika kita mendapatkan sesuatu seperti yang kita inginkan. Tapi seperti hukum alam segala yang didapat lambat laun juga akan terlepas.

Dan sebagian dari kita terkadang siap mendapatkan tapi tak siap kehilangan. Saat apa yang kita ingin kita peroleh kita begitu bahagia, bersuka cita hingga tak berpikir tentang bagaimana rasa ketika yang telah kita dapatkan itu hilang dari hidup kita.

Dan baru lah terasa ketika yang kita dapat tersebut lepas dari kehidupan kita. Sedih, kecewa, sakit hati, menangis, putus asa, bahkan terkadang menyalahkan Tuhan kenapa begitu cepat Dia mengambil kesenangan kita. Lalu kita terpuruk, dan tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan. Manusiawi sebetulnya sikap seperti itu.

Perasaan sedih, susah, senang, gembira itu menandakan bahwa kita masih manusia. Masih punya hati. Dan sebagai manusia hal-hal yang berhubungan dengan hati dan rasa terkadang sulit dihindari. Semisal perasaan mencintai seseorang. Perasaan yang bisa datang tiba-tiba tanpa kita bisa menghindarinya. Dan kehilangan atau berpisah dengan orang yang dicintai sungguh sebuah perasaan yang menyakitkan.

MEMPERSIAPKAN KEHILANGAN

Barangkali itu kata yang cocok ketika kita bersiap untuk mendapatkan di sisi lain kita harus juga mempersiapkan diri untuk sebuah kehilangan. Kehilangan atau berpisah dengan seseorang yang disayang memang menyakitkan. Baik itu berpisah secara baik-baik atau berpisah secara terpaksa karena keadaan. Tapi bukankah hidup memang seperti itu.

Dan saat kita sampai pada perpisahan itu biasanya kita menjadi seseorang yang rapuh. Hidup seperti tak berwarna. Segalanya menjadi terasa begitu muram. Kita terkadang menjadi marah mengapa takdir begitu kejam terhadap diri kita. Perasaan itu boleh-boleh saja. Yang tidak boleh adalah tenggelam dalam rasa kecewa, murung, dan putus asa yang berkepanjangan. Dan kadang bertanya mengapa harus aku yang mengalami ini?

Tapi hidup harus terus berlanjut. Tak mungkin kita terus-menerus tenggelam dalam perasaan sedih yang melankolis. Dan yang bisa kita lakukan adalah mulai bangkit dan memotivasi diri-sendiri agar terus bisa berjalan ke depan. Memotivasi diri adalah hal paling penting agar kita bisa bangkit kembali. Karena yang mengerti tentang diri kita hanyalah kita sendiri. Yakinlah kepada Sang Pemberi Hidup bahwa kita adalah manusia yang Dia pilih untuk menanggung itu semua karena Dia percaya kita kuat dan mampu.

Kita adalah pribadi yang terpilih dan bisa melalui itu semua dengan baik. Yakin bahwa semua ini adalah sesuatu yang terbaik yang Dia berikan kepada kita karena Sang Maha begitu menyayangi kita. Dia ingin kita menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Pasrahkan kepadaNya bahwa semua yang saat ini sedang singgah di hidup kita adalah wujud kasih sayangNya.

Dan yakinlah bahwa di luar sana masih banyak orang lain yang mempunyai ujian hidup dan ditimpa beban yang lebih berat dari hidup kita. Yakini juga dalam diri bahwa ujian yang kita terima adalah sesuatu yang tidak lebih besar dari kekuatan yang kita punya. Dan kita akan bisa melaluinya dengan doa, kesabaran, dan kepasrahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun