Baru baru ini Pemerintah Kabupaten Sleman mengadakan Festival Kethoprak antar Kecamatan. Festival ini diikuti tujuh belas Kecamatan, yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Selama sembilan malam berturut-turut, masing-masing kontingen menunjukan kebolehannya di depan para Juri
Tujuan utama diadakannya kegiatan ini adalah untuk mencari bibit-bibit muda yang mampu melanjutkan dan melestarikan Seni Tradisi ini. Kebutuhan generasi muda penerus, memang sangat dibutuhkan. Mengingat keberadaan Seni peran ini sudah mulai tergusur oleh kemajuan jaman yang semakin tak terkendali. Banyak anak-anak sekarang yang tidak tau, apa itu Kethoprak, apa itu Wayang, dan kegiatan kesenian yang lainnya.
Dalam pelaksanaannya masih terasa kejanggalan kejanggalan yang perlu di benahi, khususnya untuk panitia penyelenggara. Salah satu kejanggalan yang terasa adalah penempatan empat orang juri, selama delapan malam. Namun mengapa dimalam terakhir, ketika masih ada tersisa satu kontingen dan saat juri bersidang, hanya ada tiga juri yang bersidang. Lalu apa artinya empat juri pada malam-malam sebelumnya. Kepentingan kepentingan dan gengsi dari masing-masing penggerak seni sangat terasa. Sehingga ruh untuk meningkatkan kualitas dan membangun generasi menjadi kurang berarti.
Kethoprak Bukan “Ketoprak” yang setiap orang mampu beli, Kethoprak adalah seni, tradisi, dan keberadaannya harus tetap lestari. Festival bukan untuk adu gengsi, tapi untuk regenerasi. Semoga tulisan ini dapat menjadi masukan, dan kedepan nanti menjadi lebih baik.
Salam Budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H