Mohon tunggu...
Gitan D
Gitan D Mohon Tunggu... -

menulis untuk mengingat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Uang Memakan Korban

19 April 2014   05:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Coblosan untuk memiih calon anggota DPRD/DPR/DPD telah berlalu. Banyak kejutan yang terjadi sebagaimana ditunjukkan oleh hasil quick count beberapa lembaga survei. Berbagai kejutan hasil pileg tersebut sudah banyak ditulis di kompasiana ini, seperti melejitnya suara yang diraih PKB atau perolehan suara partai baru, Nasdem yang mengungguli partai lama semacam PPP. Saat ini, tinggal menunggu hasil perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Bagi para caleg, hasil coblosan tentu ada dua, yaitu lolos atau tidak lolos ke parlemen. Meskipun belum ada pengumuman resmi dari KPU, sudah terlihat partai mana yang berkurang kursinya di parlemen. Partai Demokrat misalnya. Pemilu 2009 tampil sebagai pemenang pemilu dengan 20% suara. Sekarang, hanya memperoleh suara tidak sampai 10%. Artinya, kursi di parlemen berkurang signifikan yang berdampak pada kegagalan meloloskan banyak calegnya ke DPR.

Sudah banyak diberitakan di media massa mengenai fenomena caleg stress atau gila karena kegagalan lolos sebagai wakil rakyat. Banyak uang yang digelontorkan atau harta benda yang dijual untuk menarik masyarakat pemilih, tapi gagal terpilih, sungguh kenyataan yang sulit diterima bagi mereka. Maka, para caleg gagal tersebut beramai-ramai menarik bantuan yang telah diberikan ke masyarakat atau masjid. Sebagaimana dimuat di media massa, ada caleg yang menarik bantuan kompor gas yang telah dibagikan, memaksa membongkar paving block yang telah dipasang di halaman Masjid, dan meminta warga mengembalikan uang yang telah diberikan.

Fenomena tersebut bisa jadi menjawab salah satu pertanyaan, mengapa kualitas wakil rakyat di DPRD/DPR begitu rendah di mata masyarakat. Mereka yang telah mengeluarkan uang besar-besaran semasa pemilu, tentu ingin mengembalikan uangnya lagi sekaligus bunga-bunganya. Segala cara ditempuh, asalkan uang kembali. Semula membayangkan, dengan menjadi anggota DPRD/DPR akan kaya raya, ternyata impian musnah begitu saja. Begitu gagal terpilih, bisa jadi harta yang tertinggal cuma baju di badan karena rumah digadaikan, mobil-motor dijual serta utang menumpuk. Harapannya dengan menjadi anggota DPRD/DPR dapat menebus semua harta yang dikorbankan tersebut. Karena kenyataan bertolak belakang, jatuh miskin, akhirnya stress dan gila.

Disisi lain, masyarakat siap-siap saja makan hati lagi lima tahun ke depan karena caleg yang terpilih, tidak berbeda dengan caleg yang gagal. Mereka sama-sama mengeluarkan uang berkedok sumbangan/bantuan untuk menyogok masyarakat agar mau memilihnya. Bedanya, caleg yang terpilih lolos ke parlemen sehingga tidak menjadi stress atau gila karena mereka mempunyai kesempatan sangat besar untuk balik modal, bahkan untung besar. Mereka yang terpilih tentu tidak mau rugi begitu saja. Uang yang telah “disumbangkan”, harus dicari gantinya.

Untuk kesekian kalinya, pemilu dengan politik uang kembali memakan korban. Yang pertama, menambah orang gila. Kedua, rakyat yang menjadi korban selama 5 tahun karena wakilnya yang sibuk sendiri untuk balik modal.

Mari berharap, mudah-mudahan presiden yang terpilih mendatang adalah presiden yang peka dengan penderitaan rakyat, yang dekat dengan rakyat, mau turun ke masyarakat dan tidak sibuk dengan pencitraan diri sehingga rakyat tidak semakin menjadi korban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun