Mohon tunggu...
Gitan D
Gitan D Mohon Tunggu... -

menulis untuk mengingat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi-Ahok Gila Jabatan

13 Maret 2014   09:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fahri Hamzah (FH), anggota DPR yang juga Wasekjen PKS menyatakan kalau Jokowi dan Ahok adalah orang yang gila jabatan karena terus-terusan tanpa henti berburu jabatan yang lebih tinggi (merdeka.com/12 Mar 2014). Jokowi disebutnya sibuk mau nyapres dan Ahok sibuk mau menjadi gubernur dan wakil presiden. FH juga menyatakan kinerja Jokowi-Ahok belum terlihat selama memimpin Jakarta.

Kalau seperti itu masalahnya, bagaimana dengan Ahmad Heryawan (Aher) yang belum selesai periode kedua jabatannya sebagai Gubernur Jawa Barat mau mancalonkan diri sebagai presiden 2014?. Bagaimana dengan Hidayat Nurwahid yang sudah gagal bersaing dengan Jokowi di pilgub DKI Jakarta masih mau maju sebagai capres? Bagaimana dengan Nur Mahmudi Ismail yang sebenarnya juga berambisi maju sebagai kandidat capres di periode kedua Walikota Depok, meskipun akhirnya gagal dalam Pemira PKS?. Nur Mahmudi Ismail bahkan pernah menjadi Menteri Kehutanan yang rela turun status demi jabatan Walikota.

Sah-sah saja seseorang mengejar jabatan yang lebih tinggi asalkan rakyat memang menghendaki seperti itu, bukan semata-mata klaim diri. Banyak orang yang mengklaim mendapat dukungan masyarakat untuk maju sebagai bupati/walikota/gubernur/presiden, padahal hanya ambisi pribadi ingin meraih kekuasaan. Aher mengklaim diri mendapat dukungan masyarakat Sunda untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Begitu juga Hidayat Nurwahid yang mengklaim mendapat dorongan masyarakat untuk maju capres hanya karena mendapat suara terbanyak di pemira PKS.

Kembali ke masalah Jokowi. Apabila masyarakat Jakarta memang menghendaki Jokowi maju sebagai presiden dengan harapan segala keruwetan Jakarta dapat lebih mudah diatasi, mengapa tidak?. Semua orang tahu, penanganan masalah Jakarta sebagai ibu kota negara, tidak hanya menjadi tanggung jawab gubernur DKI Jakarta seorang. Perlu goodwill pemerintah pusat untuk ikut turun tangan menangani masalah di Jakarta. Penanganan jalan rusak tidak optimal karena sebagian jalan di Jakarta merupakan jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian Pekerjaan Umum. Banjir dan macet di Jakarta juga tidak terlepas dari daerah penyangga DKI Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, Bogor dan Depok. Koordinasi antara Jakarta dan daerah sekitar seharusnya dilakukan pemerintah pusat. Mungkin masyarakat berpikiran kalau Jokowi menjadi presiden, pemerintah pusat dapat membantu membenahi masalah Jakarta. Pemerintah pusat tidak lepas tangan atas segala masalah Jakarta dan hanya pandai menyalahkan gubernurnya. Jokowi pun sudah merintis kerjasama dengan daerah sekitar Jakarta, seperti kerja sama dengan Kabupaten Bogor untuk merobohkan vila mewah di Puncak yang dituding sebagai salah satu penyebab banjir di Jakarta.

Selama ini, sudah terlihat niat baik Jokowi-Ahok untuk membenahi segala keruwetan Jakarta, seperti transparansi birokrasi melalui lelang jabatan, transparansi anggaran melalui penempelan poster APBD sampai tingkat kelurahan, penerapan e-katalog, transparansi pengelolaan anggaran melalui kerjasama dengan KPK dan BPK bahkan belum lama ini mendapat penghargaan dari KPK terkait pelaporan gratifikasi, normalisasi waduk dan sungai, pembenahan pasar dan terminal, relokasi warga bantaran sungai ke rusun, jaminan kesehatan dan pendidikan melalui KJS/KJP, memperbanyak busway untuk mendorong masyarakat pindah ke angkutan massal, dan denda terhadap pelanggar jalur busway. Semuanya masih dalam proses, sehingga wajar belum terlalu terlihat hasilnya. Dalam hal ini, saya menekankan pada niat dan usaha yang telah dilakukan Jokowi-Ahok untuk membenahi Jakarta.

Mungkin masyarakat melihat niat baik Jokowi tersebut, sehingga mengidamkan Jokowi sebagai presiden. Jokowi mungkin tidak mengira jika kinerjanya selama ini menjadi dasar penilaian masyarakat untuk mendukungnya sebagai capres. Dalam hal ini, Jokowi tidak mengajukan diri untuk menjadi presiden. Andai saja, masyarakat tidak menggebu-gebu mendukungnya maju sebagai calon presiden, saya yakin, Jokowi berpikir pun tidak, untuk maju sebagai salah satu kandidat presiden.

Jadi, daripada sibuk mengurusi Jokowi-Ahok, lebih baik FH berkonsentrasi bagaimana caranya agar PKS lolos Electorial Treshold (ET)April mendatang sehingga dapat mencalonkan presiden sendiri atau jika tidak lolos ET, partai pemenang pemilu mau melirik PKS sebagai mitra koalisi sehingga dapat jatah kursi kabinet..hehe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun