Mohon tunggu...
Gitan D
Gitan D Mohon Tunggu... -

menulis untuk mengingat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasib PKS

7 Mei 2014   06:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesuai hasil quick count, sudah diketahui hasil perolehan suara masing-masing partai. Hasil QC tersebut biasanya tidak berbeda jauh dengan hitungan resmi KPU yang rencananya akan diumumkan tanggal 9 Mei 2014. Sudah diketahui bahwa tidak ada partai yang dapat mengajukan calon presiden sendiri. Setiap partai harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi syarat 25% suara pemilu legislatif atau total kursi 20% di DPR. Hanya PDIP yang sudah pasti mendapat teman koalisi, yaitu Nasdem dan PKB (kemungkinan besar). Partai yang lain masih sibuk dengan rencana koalisi dan lobi-lobi yang belum kelihatan jelas sampai dengan saat ini.

Menarik melihat posisi PKS. Partai yang mengajukan tiga capres - Ahmad Heryawan, Anis Matta dan Hidayat Nurwahid- meraih suara yang sangat jauh dari batas minimal 20%/25% untuk mengajukan capres sendiri, yaitu hanya  6% - 7% suara.  Untuk sekedar cawapres pun, posisi tawarnya tidak begitu kuat karena harus bersaing dengan partai menengah lain yang memiliki perolehan suara serupa, semacam PAN (Hatta Rajasa).

Tentu saja hanya ada dua pilihan bagi setiap partai, termasuk PKS, ikut di pemerintahan atau sebagai oposisi. Pengalaman ikut dalam pemerintahan SBY selama dua periode dengan diberi jatah jabatan menteri, tentu ingin diulangi PKS. Masalahnya dengan siapa PKS akan berkoalisi dan siapa yang mau berkoalisi dengan PKS ?!.

Berkoalisi dengan PDIP, rasanya hampir tidak mungkin setelah melihat serangan politisi PKS seperti Fahri Hamzah dan Indra terhadap Jokowi dan Megawati SP. Meskipun salah satu Ketua DPP PKS, Shohibul Iman, membuka peluang koalisi, PDIP tentu tidak begitu saja mau berkoalisi dengan PKS. Contoh aktual, dari sekian banyak tokoh yang didatangi Jokowi, saya belum mendengar atau membaca (mungkin saya ketinggalan berita), Jokowi mengunjungi tokoh PKS. Hal itu sebenarnya sinyal kalau Jokowi tidak "memandang" PKS.

Partai Demokrat dengan tokoh sentral SBY mungkin saja masih mempunyai kekuatan dan daya tarik untuk mengajak partai koalisi di pemerintahan sekarang, seperti PAN dan PPP dalam koalisi tersendiri. Bisa saja Partai Demokrat tidak mengajak PKS bergabung karena pengalaman pahit di pemerintahan. Partai Demokrat tentu tidak lupa bagaimana PKS sebagai anggota koalisi malah menentang keputusan pemerintah dalam menaikkan harga BBM disaat anggota koalisi lain mendukung rencana pemerintahan SBY tersebut.

Dalam kasus Gerindra, saya melihat, Prabowo tidak ada pilihan lain. Agar dapat meloloskan Prabowo sebagai kandidat capres, Gerindra mau tidak mau merangkul semua partai yang ada dalam koalisi "tenda besar" karena perolehan suara Gerindra masih jauh dari batas minimal (11%).  Maka, PKS pun didekati untuk diajak koalisi. Tetapi, sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai kelanjutan koalisi Gerindra dan PKS. Terbaru, Prabowo malah berakrab ria dengan Aburizal Bakrie yang konon sebagai tanda kesiapan koalisi Gerindra dan Golkar. Ical pun sudah bersedia menurunkan posisinya sebagai cawapres Prabowo. PKS  yang sedianya akan menawarkan salah satu dari tiga capresnya sebagai cawapres Prabowo, terancam hanya bisa gigit jari. Jika tidak mau beroposisi, paling realistis PKS bergabung dalam koalisi "tenda besar" Gerindra dengan konsekuensi hanya mendapat janji menteri, bukan cawapres.

Rendahnya posisi tawar PKS dihadapan partai lain, selain rendahnya perolehan suara,  mungkin juga karena sikap PKS selama ini, yaitu politik dua kaki. Disatu sisi bergabung dalam pemerintahan, tetapi disisi lain, tidak mendukung, bahkan menyerang program pemerintah. Partai apapun tentu khawatir dengan sikap partai seperti itu karena rawan konflik dan perpecahan. Koalisi yang seharusnya solid, terancam pecah justru dari kawan koalisi sendiri. Kasus seperti di pemerintahan SBY ditakutkan terulang apabila mengajak PKS bergabung dalam koalisi.

Harapan saya, akan lebih bagus apabila sejak sekarang, PKS sebagai partai yang mengklaim diri sebagai partai dakwah  mengambil sikap yang jelas sebagai oposisi terhadap siapapun pemerintahnya nanti sambil melakukan pembenahan internal dan intropeksi diri agar dapat memulihkan kembali kepercayaan masyarakat. Sasarannya, pada pemilu 2019 dapat kembali sebagai partai yang disegani.

Jadi, PKS ikut koalisi atau oposisi??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun