Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa maju pilpres melawan Jokowi-Jusuf Kalla dengan dukungan koalisi besar partai, yaitu Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PBB, dan PKS. Koalisi yang dinamakan koalisi merah putih tersebut sepertinya akan mengulang yang terjadi di pemerintahan SBY, apalagi kecuali PKB yang berkoalisi dengan PDIP dan Gerindra, semua parpol tersebut masuk koalisi Demokrat
Tidak seperti Jokowi yang dengan tegas menyatakan bahwa koalisi yang dibangunnya bukan koalisi bagi-bagi menteri, Gerindra terang-terangan menyatakan mustahil koalisi tanpa bagi-bagi kursi. Golkar yang masuk koalisi detik-detik terakhir bahkan dijanjikan jabatan menteri utama bagi ARB, suatu jabatan yang belum jelas konsepnya seperti apa.
Jika Prabowo menang pilpres, sudah bisa terbayang bagaimana bentuk pemerintahannya. Setiap anggota koalisi akan mendapat jatah kursi sesuai besar sumbangan suara masing-masing parpol. Artinya, kursi menteri akan habis terbagi untuk parpol, dan mungkin hanya menyisakan sedikit kursi bagi kaum profesional. Menteri yang sekarang, khususnya yang dari parpol kemungkinan besar akan mengisi kembali jabatannya, macam Agung Laksono, Suswono, atau Zulkifli Hasan, ditambah ARB, Hari Tanoe, Anis Matta. Hadeehhh.
Meskipun menteri dari parpol belum tentu tidak berkualitas, kita dapat belajar dari pengalaman pemerintahan SBY. Kita lihat kementerian yang terkena kasus dugaan korupsi, seperti Kemenpora, pertanian, atau kementerian agama, menterinya dari parpol. Parpol mudah mendikte kadernya yang menjadi menteri, misalnya mendapatkan proyek di kementerian untuk mengisi kas partai. Belum lagi kalau menjelang pemilu, konsentrasi menteri parpol terbagi dua, karena ada yang mendapat tugas dari partainya untuk kampanye atau dia sendiri akan maju sebagai calon legislator. Keterlibatan menteri dalam urusan kampanye jelas rawan penyelewengan anggaran dan fasilitas negara.
Hal yang sama akan terjadi di pemerintahan Prabowo-Hatta Rajasa, artinya gaya pemerintahan SBY berlanjut. Padahal banyak yang bilang tidak ada yang dapat dibanggakan dari pemerintahan SBY selama 10 tahun pemerintahannya, kecuali banyaknya gelar bagi SBY pribadi.
Kalau ada yang bilang Prabowo lebih tegas daripada SBY yang serba peragu dan tidak tegas sehingga tidak dapat mengendalikan anggota koalisi, kita tidak pernah melihat bentuk ketegasan Prabowo dalam pemerintahan, karena Prabowo memang tidak pernah ada di pemerintahan, artinya Prabowo yang digambarkan pendukungnya tegas, belum tentu tegas jika memimpin koalisi yang banyak kepentingan. Suka marah-marah bukan berarti tegas. Jadi, Prabowo belum teruji sifat ketegasannya.
Pertanyaannya, suka tidak kita dengan gaya pemerintahan ala koalisi SBY sekarang ini? jika jemu, jangan pilih Prabowo. Jika memang senang dengan kondisi saat ini, coblos Prabowo.
Just my opinion.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H