Mohon tunggu...
Sigit Kurniawan
Sigit Kurniawan Mohon Tunggu... lainnya -

Lahir di Jogjakarta tiga dekade silam. Saat remaja, mengembara di lorong-lorong Jakarta, sebuah city of joy yang menyuguhkan kesepian di tengah keramaian. Setiap hari menjadi tukang corat-coret di sebuah pabrik kata-kata. Baginya, segala peristiwa dalam hidup akan menjadi lebih indah dan bermakna usai ditorehkan dalam kata-kata. Moto hidupnya "SCRIBO ERGO SUM, Aku Menulis maka Aku Ada." Tempayan air kata-katanya bisa dibaca di blog http://katakataku.com (blogging for humanity). Lagi belajar sastra dan filsafat agar bisa memandang hidup ini tidak hitam putih. Selamat menimba kesegaran dalam tempayan air kata-kata ini. Mari merayakan hidup!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

KOMAPSIANA dan Usul Rubrik Bahasa

23 Oktober 2009   15:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:33 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Judul di atas memang disengaja. Bukan Kompasiana. Tapi, Komapsiana. Saya tak bermaksud mengubah merek komunitas blogger yang sudah ciamik ini. Namun, demikian adanya. Coba ingat-ingat. Saat mau masuk ke kafe Mario's Place, kita harus mengisi daftar presensi dulu dengan menorehkan nama, alamat email, dan dipungkasi dengan tanda tangan. Kalau kita cermat, kop kertas presensi itu bertuliskan "Komapsiana" dan bukan Kompasiana. Lengkapnya, "Komapsiana Anniversary." Jadi, kita kemarin itu salah tempat! He, he, he.

Saya yakin ini bukan buah kesengajaan. Mungkin lantaran saking semangatnya dengan acara ini, si pengetik jadi keliru. Bisa jadi bahasa Inggrisnya Kompasiana adalah Komapsiana. Ha ha, jelas ini mengada-ada. Mari kita tafsirkan secara positif saja. Saya ajak untuk utak-atik gathuk (pas). Komapsiana mungkin diambil dari bahasa Jawa "koma sing ono" alias "koma yang ada." Nah, koma biasanya diletakkan dalam sebuah rangkaian kalimat yang belum selesai. Lain dengan titik. So, Komapsiana mau mengatakan Kompasiana yang baru berumur setahun ini belum selesai. Belum pungkasan. Masih dalam proses menjadi. Menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. He, he, itu utak-atik gathuk-nya sambil ‘membela' si penulis kop presensi itu.

Hal "komapsiana" tadi membuat saya terinsipirasi untuk melempar usulan pada admin Kompasiana untuk menambah rubrik bahasa di blog ini. Sebagai gambaran, rubrik ini berisi tentang berbagai informasi, pengetahuan seputar berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebenarnya, beberapa kawan Kompasianers sudah memposting seputar kebahasaan ini. Alangkah baiknya, diberikan rubrik sendiri agar Kompasianer lain yang ingin belajar mempermak tulisannya bisa langsung masuk ke rubrik tersebut.

Saya pikir rubrik ini amat sangat membantu saya dan mungkin teman-teman lain yang ingin hari demi hari mengalami kemajuan dalam menulis. Dari rubrik ini, nanti kita bisa belajar bagaimana menulis secara rapi dan bersih (terkait EYD); bagaimana memperkaya diksi atau pilihan kata yang menarik; bagaimana menulis yang mengalir, lincah, dan enak dibaca; bagaimana membuat opini yang menggigit; bagaimana menulis laporan perjalanan, kuliner yang hidup; bagaimana membuat judul yang memikat; bagaimana meramu tulisan yang tidak kaku, dan sebagainya. Mas Pepih dan beberapa kawan sudah mulai berbagi tips seputar penulisan ini. Alangkah lebih baik bila itu dijadikan jadi satu rubrik.

Senada dengan mas Taufik Mihardja-superadmin Kompasiana, bahwa kegairahan menulis di antara kita sungguh besar. Ini sangat menggembirakan. Ini akan lebih dahsyat lagi dengan selalu meningkatkan kebahasaan kita. Toh, menulis tidak lepas dari praktik berbahasa. Sudah saatnya mencintai Bahasa Indonesia-bahasa kita sendiri. Nah, diharapkan teman-teman yang sudah matang dalam penulisan berkenan berbagi ilmunya di rubrik ini.

Saya teringat apa yang pernah dikatakan Sindhunata bahwa menulis itu seperti aktivitas membuat keramik atau tembikar dari tanah liat. Pertama-tama, tahapannya masih kasar. Lambat laun, karena belajar, hasilnya halus dan orang bisa melihat keindahannya. Kita tahu Sindhunata sudah memberi kesaksian sendiri lewat buku-buku dan tulisan-tulisannya. Salah satunya, bagaimana saat dia menulis catatan sepak bola di Harian Kompas. Sindhunata mampu bercerita banyak hal dari peristiwa lapangan hijau itu dengan gaya tulis yang memikat.

Saya yakin semua yang menulis di sini ingin agar tulisan semakin baik dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin, Kompasiana bakal melahirkan penulis-penulis andal yang berpengaruh. Arthur Scargill pernah bilang, "Bapakku masih membaca kamus setiap hari. Ia bilang hidup kita terngantung pada kepiawaian kita menggunakan kata."

Dari sini, tampak bahwa menulis itu sebuah proses terus menerus. Proses pencarian. Tidak pernah selesai. Tidak pernah berpuas diri. Terus belajar. Tidak pernah pernah ‘titik.' Melainkan koma. Nah, akhirnya, ada hubungannya juga antara KOMAPSIANA dengan KOMPASIANA. Komapsiana adalah salah satu spirit Kompasiana. Artinya, Kompasiana tidak hanya berhenti sekarang dan di sini.

Mari berproses!

@ http://katakataku.com (blogging for humanity)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun