Mohon tunggu...
Sigit Kristiantoro
Sigit Kristiantoro Mohon Tunggu... Guru - Kepala Divisi Pendidikan Yayasan Tarakanita

Menggali dan mencintai filosofi dari banyak peristiwa dan pengalaman, termasuk dari dunia pendidikan (Bekerja di Yayasan Tarakanita).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meminimalisir Produksi Sampah, Mungkinkah?

6 November 2015   09:45 Diperbarui: 6 November 2015   09:45 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat Pagi 6/11 seperti biasa saya berkendara sepeda motor menuju kantor di bilangan Salemba Tengah. Karena kondisi Jl Kalimalang yang sedang dibongkar untuk pembuatan jalur tol, saya memutuskan untuk mencari alternatif jalan lain menuju kantor. Saya menempuh jalur Jl. Pahlawan Revolusi terus ke Jalan Pemuda sampai kemudian ke Jl. Pramuka. Sebenarnya, bukan persoalan jalan-jalan alternatif itu yang penting, tetapi sebuah kejadian biasa, tetapi bagi saya luar biasa, ketika seorang penumpang di sebuah mobil mewah warna hitam tiba-tiba membuka jendela dan membuang sampah di laju jalanan persis di depan sepeda motor saya. Luar biasa bukan???

Persoalan sampah rupanya sudah menjadi permasalahan serius yang juga harus mendapat prioritas penyelesaian. Bukan hanya persoalan "ribut-ribut" antara Pemda Jakarta dan perusahaan pengelola TPA Bantar Gebang, tetapi juga persoalan "budaya" mencintai kebersihan lingkungan. Persoalan edukasi dan habitual berkaitan dengan sampah-menyampah menjadi sangat penting, tetapi juga harus berjalan simultan, tersistem, dan terstruktur. Rumah dan Sekolah yang tak pernah bosan "mengajarkan" tentang cinta lingkungan seolah-olah tanpa guna karena lingkungan sosial dan masyarakat kita belum sepenuhnya sadar tentang perilaku bersih dan sehat tanpa "nyampah".

Ketika saya berkesempatan berkunjung dan tinggal untuk beberapa waktu di Jepang, perilaku terhadap sampah menjadi salah satu kesan yang tidak akan pernah saya lupa. Bagaimana tidak? Baik di sekolah, di tempat wisata, di tempat-tempat fasilitas umum sangat sulit dijumpai adanya tempat sampah, dan pastinya juga tidak dijumpai adanya sampah berserakan. Satu-satunya tempat sampah yang saya jumpai hanyalah di kamar hotel, sehingga dengan sangat terpaksa sampah-sampah kecil yang saya produksi harus saya masukkan tas dan baru bisa dibuang di kamar hotel ketika sore hari.

Minimnya tempat sampah membuat orang-orang jadi "mikir" ketika harus memproduksi sampah, lalu menggunakan berbagai keperluan yang sedapat mungkin minim menghasilkan sampah. Dan ketika tidak ada tempat sampah, orang-orang juga lalu tidak dengan sembarangan membuangnya melainkan menyimpannya. Luar biasa juga bukan???

Mungkinkah budaya seperti itu kita adaptasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun