Presenter dan komedian NET TV, Andre Taulany sedang apes, paska status sang istri yang menyinggung Capres nomor urut 02, Andre jadi target kelompok militan  dari kubu 02.  Di media sosial, Andre di bully habis - habisan sampai NET TV mencopot mantan vokalis Stinky ini dari program acaranya.Â
Andre Taulany dijadikan role model sosok penista agama dari kelompok satu iman, pesan yang ingin disampaikan adalah "jangan main - main dengan agama". Pesan ini tak salah selama diberlakukan secara konsisten, bila dicermati kasus Andre kental dengan politisasi sebagi buntut dari postingam medsos sang istri yang dianggap hina Prabowo.
Andre masih beruntung, kasusnya tak sampai ke Polisi,  upaya mediasi MUI bisa meredam sehingga tak membesar. Sebagai publik figure, Andre sasaran empuk kelompok militan, juga sosok lainnya. Saat ini ada fenomena kuat kelompok militan sedang mencari panggung dengan membidik kealpaan lembaga, perusahaan, publik, pesohor sebagai sasaran.Â
Tiada bukan, tiada lain tujuannya membangun rasa ketakutan  (hegemoni) di tengah masyarakat terhadap eksistensi mereka. Saya tidak mengada - ada, kelompok ini juga menteror pemilik medsos yang berseberangan dengan mereka. Ekses paling tinggi adalah persekusi fisik seperti di masa Pilkada DKI Jakarta.
Hampir senasib dengan istri Andre Taulany, seorang pegawai hotel di Makassar menjadi korban FPI karena statusnya di medsos dianggap menghina Prabowo, ia dilaporkan polisi dan harus menjalani proses hukum. Andre kehilangan mata pencahariannya di NET TV, sang istri dilaporkan ke polisi oleh sebuah ormas, pemuda dari Makassar ini juga dipecat dari tempat bekerjanya. Beruntungnya Andre kasusnya tak sampai ke polisi, bisa jadi ia mendapatkan dukungan luas dari pendukung Jokowi. Pastinya perusahaan tempat Andre dan pemuda ini tak mau ambil resiko menjadi sasaran kelompok militan ini.Â
Pada masa Orba dikenal dengan istilah "dinding pun bertelinga", masyarakat sangat takut mengeluarkan  uneg - uneg tentang pemerintah Orde Baru (Orba) . Nasib paling buruk bakal menimpa seperti korban penghilangan dan penculikan yang melibatkan Capres nomor urut 02. Pemerintah Orba sangat ketat mengawasi pembicaraan masyarakat sampai hal - hal terkecil sekalipun. Bisa saya katakan rezim Soeharto sangat arogan dan menindas kebebasan berpendapat semua elemen masyarakat secara intensif.
Saat ini justru sebaliknya, paling arogan adalah kelompok militan yang berafiliasi dengan agama. Kelompok ini mau menang sendiri, berpegang pada  mengakui hukumnya, boleh mencolek, menista agama lain, sebaliknya kelompok agama di luar mereka dilarang keras. Tokoh - tokoh agama  mereka boleh mencandain agama lain, sebaliknya  pemeluk agama lain  tak boleh melakukan.Â
Pemerintah justru kini  terkesan lembek menghadapi kelompok ini yang menguasai media social nomer satu yakni Facebook,mereka menghina Presiden, aparatur negara, agama minoritas di grup - grup FB,t dan imeline media social. Realitanya kelompok agama minoritas selalu menjadi korban, hingga kini belum ada kasus besar penistaan terhadap agama minoritas diproses hukum. Contohnya Kasus Habieb Rizieq Shihab yang mencandai ajaran agama Kristen, atau kasus lain persekusi  Bhiksu Budha di Banten tak berdampak hukum.Â
Masih ada role model lain, seperti Ahok, Meiliana, dua nama terakhir tersebut harus berurusan dengan hukum karena mereka beda agama, kedua harus menjalani hukuman penjara. UUD 1945 memang  melindungi hak semua WNI , sayangnya pemerintah sulit melindungi hak - hak beragama minoritas di negeri sendiri. Kasus terakhir sempat beredar di media sosial penolakan terhadap pembangunan Pura Hindu di daerah Bekasi oleh sekelompok warga, kasus ini sempat menjadi sorotan di media asing.Â
Kelompok militan agama di Indonesia pengaruhnya semakin luas, terbukti  pelaku penghinaan Presiden Jokowi kemarin masih berusia relatif muda , saya yakin dia tak memahami benar apa yang dikatakannya, lingkungan tempat dia menimbu ilmu agama patut dicurigai.  Pelajaran Sosiologi tingkat  pertama  tentang "patron - klien" masih kuat di Indonesia, pendapat dan inisiasi individu lebih banyak dipengaruhi oleh siapa yang dituakan atau dihormati di lingkungannya.