Kota Solo kembali menjadi perbincangan politik nasional pada Pilpres kali ini setelah kubu Pasangan Calon 02 menempatkan markas pemenangan nasional di kota berjuluk kota Bengawan ini. Kota ini telah menjadi barometer politik nasional sejak lama, beberapa peristiwa politik nasional dimulai di kota ini seperti pada awal gerakan reformasi tahun 1998.
Aksi mimbar bebas para mahasiswa UNS saat itu berujung bentrokan berdarah dengan aparat keamanan dan menjadi pemberitaan besar di media lokal dan nasional dan memicu aksi-aksi heroik mahasiwa kota-kota lain. April adalah bulan sakral bagi bangsa Indonesia, di bulan ini gerakan reformasi mulai naik tensinya pada tahun 1998 dan puncaknya bulan Mei yang dikenal dengan kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan kota lainnya.
Apakah peristiwa politik akan kembali berulang di kota Bengawan pada bulan April ini? Â Bisa mungkin terjadi, kenekatan kubu Paslon 02 menempatkan markas pemenangan di kandang Banteng jelas bukan tanpa kalkulasi. Lalu skenario apa yang akan dimainkan Pasangan Calon Presiden dan Wapres Paslon 02 lewat penempatan markas pemenangan di Kota Solo?
1. Intimidasi Pusat Pertahanan
Kubu Paslon 02 menempuh cara ini dengan pertimbangan dukungan politik lemah, bahkan dari survei-survei elektabilitas mereka jauh di bawah petahana yakni Paslon 01.
Dengan taktik mengusik pusat kandang lawan lewat penempatan markas pemenangan bakal menganggu konsentrasi dan meningkatkan kewaspadaan kubu Paslon 01.
Dampaknya pendukung Paslon 01 bakal kehilangan banyak energi sebelum peperangan, sehingga mudah  dilemahkan ketika terompet peperangan dibunyikan pada hari pencoblosan.
2. Playing Victims
Modus ini sangat manjur dan efektif dipakai dalam perpolitikan nasional, mantan Presiden SBY sukses memainkannya untuk merebut simpati rakyat saat berseteru dengan Alm. Taufik Kiemas, suami dari Presiden Megawati.
Dengan posisi underdog, Paslon 02 bakal memainkan strategi playing victims habis-habisan di kota Solo lewat gesekan-gesekan di akar rumput. Publik bakal melihat sandiwara politik pendukung Paslon 02 teraniaya oleh pendukung Paslon 01 sehingga mudah untuk menggiring opini bahwa pihak petahana bertindak tidak adil dan semena-mena.
Belajar dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet, opini yang digiring oleh kubu 02 adalah pelaku penganiayaan Ratna Sarumpaet adalah pendukung kubu 01, untung segera terungkap sandiwara politik itu. Belakangan isu hoaks 7 kontainer surat suara sudah tercoblos, faktanya sebuah hoaks yang diinisiasi oleh die harder Paslon 02.