Jelang Pilpres 2019 muncul wacana syarat  ideal seorang Capres dan Cawapres yang layak memimpin Indonesia. Secara umum syarat tersebut adalah  syarat fisik, nalar dan pengalaman. Dua syarat terakhir tak mudah untuk di-eksplorasi secara dramatis, lain halnya dengan syarat pertama. Â
Masyakarat Indonesia gemar memuja seorang pemimpin  karena fisiknya, di era SBY , timses dan loyalis sering mendeskripsikan keunggulan fisk SBY sebagai sosok "gagah", "ganteng", "tinggi besar" sehingga layak menjadi Presiden RI. Apalagi SBY berasal dari kalangan militer, tepat sekali dimana karakter bawaan militer adalah tegas, disiplin melengkapi profilnya.
Pada era tahun 50-an paska perang Kemerdekaan, euforia kepahlawan militer begitu trending di tengah masyarakat. Sampai era tahun 80-an masih terasa meski tidak sekuat sebelumnya, kisah -- kisah heroik  pahlawan -- pahlawan di medan perang masih menjadi idola masyarakat. Soeharto pun menggunakan trending ini untuk menegaskan kepahlawanan militer dan dirinya lewat film "Janur Kuning (Serangan Umum 1 Maret)" pada tahun 1980 dan film "Pengkhianatan G 30S PKI" yang diproduksi tahun 1984 mengokohkan dirinya dan militer sebagai penyelamat negara.
Kekaguman sebagian masyarakat makin kuat sejak Orde Baru yang dimotori oleh militer Indonesia berkuasa selama 32 Tahun (1966 -- 1998). Sisa -- sisa perasaan kagum ini tidak hilang begitu saja di tengah -- tengah masyarakat setelah reformasi, apalagi paska reformasi kondisi politik dan keamanan tidak lebih baik dari era Orde Baru.
Kondisi ini makin menegaskan posisi pemimpin dari kalangan militer di mata rakyat sebagai penjamin rasa aman bagi rakyat dan negara ini. Bahkan beberapa sejarawan Indonesia berpendapat sejarah Indonesia adalah sejarah militer, karena perjuangan non-fisik dari tokoh -- tokoh pergerakan pra -- kemerdekaan kurang mendapatkan apresiasi di masyarakat, bahkan tak banyak yang mengenali mereka.Â
Eksistensi Politik Eks- Militer
Fenomena Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Hanura menurut hemat saya bisa besar karena tokoh pendirinya adalah militer, menyodorkan bukti masyarakat masih memberi kepercayaan tinggi  pemimpin -- pemimpin dari kalangan militer untuk mendapat rasa aman bagi kehidupan bangsa dan negara.  Apresiasi masyarakat terhadap sosok militer tak hanya terekspresikan film tapi juga dalam lagu. Seperti lagu  "Kopral Jono" ciptaan Ismail Marzuki (1914 - 1959) populer paska revolusi fisik (Perang Kemerdekaan).
Secara eksplisit dan implisit, makna pesan dari lirik lagu ini tentang kekaguman terhadap seorang tentara berpangkat Kopral bernama "Jono". Digambarkan "Jono" memiliki fisik idaman, yakni gagah, ganteng serta mempunyai aura seorang pemimpin, karena berpenampilan mirip "Panglima".
Cuplikan lirik lagu Kopral Jono :
Oh... Kopral Jono, gadis mana yang tak kenal akan dikau
Oh... Kopral Jono, gadis mana yang tak rindu akan dikauGayamu yang perkasa mirip banget panglima
Ramah tamah-mu membikin gila hati wanita