Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Almuni 212 dan Jokowi Berdamai, PKS dan Gerindra Sepertinya Tak Rela

26 April 2018   20:54 Diperbarui: 26 April 2018   21:19 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Pers PA Alumni 212 setelah pertemuan dengan Jokowi (dok.Kompas.com)

Manuver sejumlah alumni 212 bertemu dengan Presiden Jokowi  mencuatkan polemik di antara sesama alumni 212 dan partai afiliasi gerakan ini. Apa pasalnya hingga Partai Gerindra, PKS dan alumni 212 lain seakan tak rela terhadap aksi damai itu?

Jawabnya mudah saja, gerakan 212 ini telah sukses bergandengan tangan dengan PKS dan Gerindra memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, euforia ini oleh PKS dan Gerindra ingin dipertahankan dalam Pilpres 2019. Sayang, di dalam tubuh gerakan alumni 212 sendiri tidak solid, karena memang bukan organisasi massa atau politik yang dibangun untuk jangka panjang, tapi untuk kepentingan sesaat.

Beberapa oknum alumni 212 melihat arah angin politik tidak akan berpihak kepada mereka bila terus bersekutu PKS dan Gerindra. Fakta lainnya, aspirasi mereka ternyata tidak diakomodasi dengan baik oleh PKS dan Gerindra pada kontestasi politik Pilkada ini.

Kasus La Nyalla versus Prabowo adalah contoh nyata retaknya hubungan alumni 212 dengan PKS dan Gerindra. Senyata pula bahwa dua partai ini hanya menunggangi gerakan 212 untuk tujuan politik mereka, sementara bagi gerakan ini tak ada kontribusi signifikan, mungkin ada juga benefit materi untuk beberapa oknumnya.

Kecemasan terhadap manuver alumni 212 tersirat dari pernyataan petinggi PKS, seperti Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera yang menyatakan agar alumni 212 waspada dan tidak dimanfaatkan oleh Jokowi.

Sedikit kocak komentar timses Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta lalu ini, apakah Mardani takut tidak bisa menfaatkan lagi gerakan ini untuk partainya, atau takut kehilangan followers setia?   Pastinya PKS takut kesepian setelah arah angin politik memihak Jokowi, bahkan Amien Rais mewacanakan ingin bertemu dengan Jokowi, suatu hal yang inkonsisten bila mengingat kegigihannya menjatuhkan nama Jokowi.

Lain lagi Fadly Zon, Wakil Ketua DPR RI ini menyatakan pertemuan tersebut terlambat seharusnya dari dulu bukan mendekati Pemilu. Saya yakin, kubu Gerindra pun kini ketar -- ketir dengan manuver alumni 212 yang mulai menjadi dari kutub Partai berlambang  Garuda Merah ini. Bulan madu gerakan 212 dengan PKS dan Gerinda rupa harus berakhir tragis setelah Pilkada DKI Jakarta 212 lalu.

Formula yang dimainkan oleh gerakan 212 bersama Gerindra dan PKS ternyata tak efektif untuk mendongkrak dukungan di daerah -- daerah yang sedang Pilkada. Bahkan PKS pun akhirnya harus bersekutu dengan PDIP di Pilkada di Jawa Timur, padahal di Jabar dan DKI Jakarta kedua partai ini seperti minyak dan air.

Alumni 212 pun kehilangan patron sejak Habieb Rizieq ke Arab untuk ibadah tanpa batas waktu, kiprahnya tak lagi dilirik oleh partai -- partai yang kemarin seperti kawan sehidup semati. Kini partai -- partai tersebut tak peduli lagi dengan gerakan ini, mau mati atau hidup, inilah yang membuat kegalauan sejumlah pentolan 212. Saya yakin inisiasi pertemuan alumni dengan Jokowi bukan berasal dari pihak istana, meski di media sosial digembar -- gemborkan berasal dari pihak istana. Logikanya, siapa yang butuh akses kekuasaan dan topangan politik dialah yang mengusulkan pertemuan.

Tentu alumni 212 iri dengan NU dan Muhamadiyah yang terlihat mesra dengan Jokowi, dalam satu bulan Presiden meluangkan waktu sekali untuk mengunjungi ulama -- ulama di daerah. Kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut banyak mendapatkan akses sumber daya ekonomi untuk umat,  seperti pengelolaan Bank Wakaf Mikro, hutan sosial dan kredit  usaha mikro untuk umat seperti yang diterima PBNU pada bulan Februari 2018 lalu.  Tentu alumni 212 berpikir, tak ada guna melawan Jokowi, secara istana berpihak kepada umat bukan memusuhi atau mengkriminalisasi ulama. Bila tuduhan dari alumni selama ini Jokowi tukang kriminalisasi ulama, tentu PBNU tidak akan mendapatkan akses penyaluran kredit dari pemerintah untuk pengusaha ultra mikro sebesar 1,5 Trilyun. Siapa pun yang berpikir dengan akal sehat pasti akan menafikan tuduhan itu kepada Jokowi.

Bila ada oknum alumni 212, Novel Bamukmin  masih berakting seolah masih mempunyai kekuatan massa jelang pemilu ini, saya tidak yakin. Sudah rahasia umum, Gerindra, PKS sedang paceklik setelah mencoba menjadi oposan hampir 4 tahun ini, bahkan Amien Rais sendiri mengakui pihak tidak mempunyai logistik dan meminta umat berdoa agar diturunkan logistik dari langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun