Meski ada juga dalam kampanye menyuarakan kepedulian pada persoalan di sektor hulu, setelah berkuasa banyak melupakan, lebih peduli dengan proyek dan fee-nya daripada mengawasi implementasi proyek secara serius. Aparat birokrasi di Indonesia sebenarnya kumpulan orang-orang terdidik dan pandai, sayang potensi mereka masih tergerus sistim kejar setoran. Tak heran bila "pasien" KPK akan terus meningkat, mungkin penjara lebih banyak untuk menampung pesakitan korupsi dari Kepala Daerah dan birokrat.
Untuk keluar dari kegelapan ini,  perlu politisi -- politisi berkomitmen tinggi membangun wilayah, tak hanya kejar setoran untuk mengembalikan modal pencalonan.Kita harus berjuang mendidik rakyat agar lebih cerdas dalam menilai politisi mana yang sungguh -- sungguh berjuang atau hanya dekat rakyat saat kampanye. Dalam Pilkada serentak 2018 ini, perilaku politisi calon kepala daerah pasti banyak memberikan harapan, entah harapan asli atau sekedar memberi harapan palsu (PHP). Pada masa-masa ini, kekuatan masyarakat sipil (civil society) perlu lebih terlibat memberikan pendampingan  calon pemilih agar lebih jeli menentukan calon pemimpin mereka.
Dalam banyak kasus, pemenang kontestasi Pilkada bukan pemimpin dengan jiwa melayani rakyat dengan kerja keras dan bukti. Umumnya mereka  kerja keras untuk mengembalikan dana pencalonan dan memberi bukti kepada partai pengusung dengan setoran. Wacana mengembalikan kontestasi politik lewat Pilkada ke pemilihan tertutup di legislatif terdengar bagus, namun justru mengkhianati semangat reformasi itu sendiri. Bila pelaksanaan sistim pemilu langsung banyak menghasilkan pemimpin korup, kesalahan  terletak pada oknum / individu -nya. Seperti halnya  mengemudi mobil merek Mercedes tapi sopirnya tak becus, akhirnya menabrak pohon.  Apakah kita menyalahkan mobil atau pohonnya ? Padahal mobil sama dikemudikan oleh sopir lain tidak mengalaminya. Pemilukada juga menyumbang pemimpin berkualitas seperti Presiden Jokowi, Walikota Surabaya, Risma.
Mencerdaskan rakyat tidak hanya lewat pendidikan formal, memberikan  pemahaman terhadap persoalan di sekelilingnya lewat kampanye politik juga bentuk pendidikan sosial, bukan begitu ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H