Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apologi - Apologi untuk Mem-bully Ahokers

24 April 2017   13:23 Diperbarui: 24 April 2017   22:00 1598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa kompasianer  sangat menggebu – gebu  mem”bully” pendukung Ahok (Ahokers) dengan argumen – argumen beragam. Beberapa pembenaran (apologi) kemenangan Anies – Sandy berhasil penulis  rekam , antara lain:

  • Sentimen agama bukan penentu kekalahan Ahok - Djarot
    Apologi untuk menepis anggapan negatif sentimen SARA yang sejak awal  sudah dilemparkan ke publik lewat  kotbah Jumat, jauh sebelum kasus penistaan menguat.
  • Ahok kalah karena  “kualat”  menista agama (Benarkah ?)
    Apologi untuk melegitimasi hukuman ilahi atas kesalahan moral  dalam kasus penistaan agama.
  • Agama  mayoritas  tidak bersalah   atas kekalahanan  Ahok – Djarot
    Apologi  golongan radikalis  menyembunyikan identitas di balik agama mayoritas , karena radikalis dicitrakan buruk selama kampanye .  Faktanya tidak semua pemeluk agama mayoritas menentang  Ahok – Djarot.
  • Kekalahan Ahok – Djarot adalah kesalahan Presiden Jokowi.
    Apologi  membenarkan perlindungan Presiden Jokowi  atas kesalahan Ahok di kasus penistaan agama, faktanya Jokowi secara elegan membiarkan proses hukum berjalan.
  • Menyalahkan media asing atas pemberitaaannya
    Apologi  untuk menyangkal proses politik selama Pilkada yang sarat berbau SARA di mata dunia. (JK, Nur  Mahmudi  menegaskan juga)
  • Program Jokowi & Ahok belum terealisasi semasa menjabat
    Apologi untuk mengalihkan isu agar  janji program Cagub terpilih tidak menjadi  sorotan dan bahan “bully”.

Dalam era demokrasi  yang ditandai kebebasan berpendapat, artikel  - artikel apologi itu tidak  “diharamkan”  selama menggunakan argumen yang rasional.  Argumen dibalas dengan argumen sehingga tercipta dialektika yang memberikan pelajaran bagi kita semua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun