Selama beberapa tahun ke depan, rakyat Indonesia akan selalu sibuk dengam urusan dukung - mendukung. Betapa tidak, selepas Pilkada serentak bulan ini, pemanasan untuk 2019 segera dimulai. Kadang saya berpikir, layakkah kita mendukung habis - habisan calon kita?
Pada kenyataannya banyak dari mereka yang berkhianat setelah berkuasa. Mana ada sekarang lembaga tinggi negara yang bebas dari korupsi?Â
Faktanya sungguh jauh dari janji saat kampanye, dana bantuan pun ikut dikorupsi, dana aspirasi tak luput juga. Setiap dana dari APBN dan APBD sudah menjadi target para birokrat , lembaga legislatif yang terhormat. Sedang para pejabat Yudikatif yang terhormat memanfaatkan mereka, para koruptor melalui putusan-putusan yang meringankan. Tentunya tidak ada makan siang gratis.
Kalau dipikir kasihan juga KPK, kerja mereka sering sia- sia. Â Koruptor yang mereka tangkap hidupnya masih mewah, meski dalam penjara. Bagaimana status harta koruptor tersebut ? Faktanya mereka masih berduit lebih. Bisa sogok aparat penjara untuk ketemu istri muda diluar penjara, bahkan bisa jalan - jalan ke luar pulau.Â
Terus siapa yang harus bertanggung terhadap kebobrokan itu? Kita, kita yang pilih mereka lewat Pilkada dan Pemilu. Meski begitu, kita tidak bisa mengendalikan setelah mereka berkuasa, salah - salah kita dijadikan tersangka karena terlalu vokal.
Siapa lagi yang bisa kita percaya? Tokoh agama? DPR? Polisi? Tentara? Budayawan? Seniman? Politisi? Â Percayalah pada nurani kita sendiri, selama hati kita bersih, niscaya kita bisa memilih pemimpin yang benar. Selamat memilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H