Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik

4 November, Orang Tua Murid Khawatir, Negara Tidak Boleh Tunduk!

1 November 2016   20:14 Diperbarui: 1 November 2016   20:40 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah memobilisasi besar akan dilaksanakan pada 4 November 2016, tepatnya hari Jumat, dengan waktu kira - kira setelah Sholat Jumat. Test Case sudah dilakukan sebelumnya, dan hasilnya tidak bisa dikatakan damai, bibit kekerasan jalanan sangat bisa muncul. Mengapa ? Aroma kebencian telah dinisiasi jauh -  jauh hari lewat polemik di media massa dan kotbah di Masjid. Pada hari senin kemarin, secara kebetulan penulis sedang di stasiun kereta Bogor, dan mengobrol dengan seorang aktivis mahasiswa dari salah satu PTS di Pamulang. Menurutnya, santri - santri yang berduyun - duyun memasuki gerbong penumpang kereta api Commuter Line jurusan Bogor - Kota itu adalah para peserta demonstrasi 4 November 2016, dan Senin kemarin mereka ada agenda di Masjid Istiqal. Jadi mereka turun di stasiun Juanda, Pasar Baru, lalu menyeberangi jalan menuju Masjid yang dibangun pada era Soekarno itu.

Di trending topics sosmed Twitter, beberapa hastag yang mengesankan kedamaian dalam aksi demonstrasi 4 Nov sengaja dirilis oleh aktor - aktor intelektual pada 4 November nanti, bila terjadi pecah kerusuhan mereka akan dengan mudah menyalahkan aparat keamanan yang bertindak berlebihan. Dengan segenap bukti aksi damai, mereka akan menyodorkan aksi kampanye damai di medsos ini. Aparat Kepolisian akan dijadikan kambing hitam oleh aktor - aktor intelektual aksi dengan menuduh pihak kepolisian melakukan provokasi. 

Kejadian ini nanti akan mirip dengan aksi FPI ketika bentrok di Monas dengan Kepolisian RI, semoga Kepolisian dapat bertindah tegas, menangkap siapapun yang terlibat apabila terjadi kerusuhan, termasuk aktor - aktor yang secara tidak langsung terjun dalam aksi ini. Sebab polisi bisa menangkap pemosting di sosmed ketika terjadi demo besar-besaran antara pengemudi taksi bluebird, dan ujungnya bentrok dengan pengemudi layanan antar online.

Penulis sempat tercekat, aksi 4 November tersebut tidak dilakukan oleh penduduk Jakarta, tapi secara langsung atau nggak langsung, operator lapangan lewat jaringannya merekrut peserta dari luar Jakarta. Pada isu utama dari aksi itu nanti adalah menjatuhkan Ahok agar gagal menjadi calon gubernur, bahkan ada selentingan lain, Jokowi sebenarnya sasaran utamanya. Ketua FPI dengan apologinya  menyatakan bahwa agenda demo tersebut adalah agar Ahok segera ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama. Sebagai warga negara Indonesia yang mempercayai dasar negara  Indonesia, terutama sila 3, Persatuan Indonesia, dan UUD 45, saya berpikir, mengapa kasus seperti "agama" selalu mesiu untuk menjatuhkan lawan politik di kancah perpolitikan tanah air.

Politik Identitas memang terjadi di semua negara, termasuk di negara besar sekalipun, AS, namun implikasinya tidaklah "mencekam" seperti ini, bahkan para orang tua murid di Jakarta sampai kuatir anak - anak mereka akan terseret dalam aksi itu. Pada saat menjemput anak dari sekolah, seorang tua murid menanyakan pada petugas keamanan sekolah, apakah tanggal 4 nanti di liburkan? Secara resmi, sekolah tidak meliburkan, karena hari itu bukan libur nasional. Yang dicatat dalam kasus ini, bagaimana aksi yang dikampanyekan secara damai tidak ditanggapi dengan damai oleh masyarakat Jakarta sendiri. 

Orang tua murid itu mewakili ribuan orang tua murid yang kuatir bila tanggal 4 November nanti terjadi "chaos", dan mereka tidak ingin kehilangan anak - anak mereka. Apakah dampak kejiwaan tersebut terpikir oleh Ketua FPI yang selalu melakukan aksi membabi-buta, kita tentu masih ingat keributan di MOnas beberapa tahun lalu antara FPI dengan aparat Kepolisian. Dalam hal ini penulis mendorong tindakan tegas kepada pelaku anakronisme pada 4 Nov nanti, negara tidak boleh tunduk kepada sebuah ormas yang mengklaim wakil mayoritas agama, agar harapan para orang tua tidak terjadi pada anak - anak mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun