Mungkin pernah kita membaca surat pembaca atau keluhan pembeli online di media cetak atau media online. Kebanyakan kasusnya adalah barang yang terkirim tidak sesuai dengan harapan (ekspetasi) pembeli, atau barang diterima tidak tepat waktu atau rusak, tiket atau hotel yang sudah dibooking tiba-tiba di-cancel sepihak oleh situs booking padahal sudah dibayar lunas. Frekuensi keluhan dari konsumen online akan terus meningkat sejalan dengan jumlah penyedia jasa e-commerce. Kasus – kasus ini banyak yang terselesaikan, karena pihak perusahaan mau mengganti barang atau mengembalikan uangnya, namun banyak juga tidak terselesaikan dengan baik, kerugian menimpa pihak konsumen.
Bila beberapa waktu lalu Indonesia terkenal sebagai negara yang sering melakukan “fraud” kartu kredit (curang) di situs e-commerce internasional seperti ebay, amazon, dll, karena ulah oknum – oknum tak bertanggung jawab. Kini kecurangan (fraud) juga sering dilakukan oleh penyedia jasa e-commerce.
Kasus
Seorang teman wanita yang hobi pernah belanja di situs marketplace besar, suatu ketika dia tergiur membeli baju, dimana dalam foto terlihat bagus, keren, pokok baguslah. Setelah melakukan transaksi pembayaran, barang diterima beberapa hari kemudian. Alhasil, bahan dari baju tersebut tidak sesuai dengan harapannya, bahannya jelek, dan panas ketika dipakai. Akhirnya barang tersebut tidak dipakai lagi, lalu bagaimana solusi kasus seperti ini. Pihak penjual online tidak bisa dituntut, karena sudah memberikan seperti apa yang dilihat di display, What You See, What You Get istilahnya. Pihak pembeli cuma bisa mengumpat, ngedumelkarena merasa tertipu, tapi tidak bisa bertindak apa-apa.
Solusi
Hal seperti ini sering terjadi, tapi tidak semua pembeli online yang kecewa tersebut menyalurkan lewat media, dan mereka masih membeli lagi tapi dengan kehati-hatian. Bagaimanapun, layanan online tetap menjadi referensi shopper,terutama kaum wanita yang dari sananya memang suka belanja.
Kemenkominfo beberapa waktu merilis kendala – kendala bisnis e-commerce di Indonesia, antara lain adalah “perlindungan konsumen”. Pemerintah perlu merumuskan instrumen hukum berkait dengan perlindungan konsumen online segera, karena makin banyaknya situs – situs e-commerce dari luar negeri yang gencar menawarkan barang ke pasar Indonesia.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di saat ini kurang terdengar suaranya, terutama menyikapi banyaknya aksi – aksi “fraud” situs – situs online. Seharusnya YLKI bisa memberikan saluran bagi konsumen online yang mengalami masalah – masalah dengan penjual online, dan melakukan arbitrase. Padahal sarana untuk menampung keluhan konsumen terhadap penjualan online bisa dilakukan secara online juga, ada beberapa situs – situs dari luar negeri yang men-fasilitasi keluhan konsumen dan jawaban penyedia jasa online.
Situs – situs itu antara lain: Reseller Rating, Bazarvoice, Trustpilot, Yelp, Power Review. Indonesia perlu situs – situs seperti itu untuk menilai (review) semua penyedia jasa online yang beroperasi, baik itu perusahaan atau perorangan. Semoga ada pihak – pihak yang segera melakukan inisiasi untuk mendudukan konsumen menjadi raja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H