Bisnis e-commerce tidak semata – mata jual beli barang, bila ditelusuri melibatkan banyak pihak untuk tercapai perpindahan barang dari penjual dan pembeli.
Sebagai ilustrasi, anda membeli barang berupa sepatu, pihak yang dilibatkan pertama kali penyedia aplikasi pembayaran dan perbankan, setelah barang di bayar, pemilik toko online akan melakukan pengemasan barang, dan dikirimkan via kurir.
Perusahaan jasa kurir menyimpan barang di gudang, karena barang yang beralamat sama akan dikirim bersamaan. Pada proses ini melibatkan pihak penyedia gudang /logistic bila perusahaan jasa kurir tidak mempunyai gudang sendiri.
Berikutnya adalah pengiriman barang, tentunya akan mudah bila pembeli dan penjual berlokasi di kota yang sama, cukup dengan sepeda motor barang akan sampai ke konsumen.
Namun bila kita membeli barang dari luar negeri, contohnya dari situs eBay, perjalanan barang untuk sampai di konsumen butuh waktu, karena prosesnya yang panjang.
Mulai dari barang keluar dari gudang untuk diantar ke penyedia jasa kurir, oleh perusahaan kurir barang dinaikan pesawat / kapal laut (bila ber-volume besar), lalu dikirim ke tujuan. Begitu sampai di negara tujuan, barang akan disimpan lagi di gudang untuk menunggu giliran pengiriman. Alangkah banyaknya pihak yang terlibat di industri e-commerce, mulai dari produsen, reseller, logistik, transportasi, bandara/pelabuhan, provider internet, penyedia aplikasi dan platform, perbankan, SDM.
Sederet partisipan dalam bisnis e-commerce ini menurut kajian Kementerian dan Informasi dan konsultan internasional Ernst & Young, masih belum ter -manage dengan baik di Indonesia.
Masing - masing pihak masih berjalan sendiri, belum terintegrasi dengan baik. Inilah "Pekerjaan Rumah" pemerintah dan pelaku industri e-commerce nasional agar Indonesia bisa menjadi kekuatan baru di era ekonomi digital. Menurut Kajian dua lembaga itu ada 6 penghambat kemajuan industri e-commerce, yaitu :
1. Pendanaan, belum banyak lembaga keuangan dan perbankan yang konsentrasi menyalurkan dana untuk perusahaan - perusahaan awalan (start-up).
2. Perpajakan menjadi isu krusial, sebagai industri yang baru tumbuh perusahaan start-up perlu mendapatkan perlakukan khusus dalam hal pajak agar bisnisnya berkembang dahulu.
3. Perlindungan Konsumen juga menjadi isu sensitif, dimana terjadi banyak penipuan oleh situs - situs online yang menjual barang membuat konsumen takut berbelanja online.
4. Infrastruktur Komunikasi, dimana menyangkut infrastruktur telekomunikasi dan tarif yang mendukung perkembangan industri e-commerce nasional.
5. Logistik adalah sarana penting dalam distribusi barang, luar wilayah Indonesia yang sangat luas memerlukan pemikiran mendalam agar barang yang dikirim tidak rusak selama penyimpanan dan pengiriman. Yang tak kalah penting adalah tarif sewa pergudangan dan transportasi yang kompetitif akan membuat harga jual barang menjadi semakin murah.
6. Sumber Daya Manusia adalah aspek vital industri e-commerce, PT Nasional belum siap menghasil tenaga kerja yang siap pakai untuk menyokong industri e-commerce, sebab industri ini tidak hanya memerlukan seorang programmer komputer, tapi juga content marketing, partnership manager, SEO, manajer logistik, dll untuk mendukung proses perpindahan barang dan bisnis perusahaan.
Bila pemerintah melihat persoalan ini menjadi hambatan utama pengembangan industri e-commmerce nasional, sebaliknya dari kacamata pengusaha e-commerce (start-up) melihat secara berbeda. Adapun point - point yang di "highlight" oleh pelaku industri e-commerce yang terlontar dalam pertemuan Pemerintah yang diwakili Kemeninfo dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) pada tahun 2015 lalu adalah :
1. Infrastruktur dan prosedur lebih mendalam
Tantangan infrastruktur di Indonesia tidak bisa diselesaikan oleh perusahannya sendiri. Industri e-commerce berharap pemerintah juga turut mengambil langkah. Utamanya terkait infrastruktur internet yang belum stabil dan transportasi yang kerap sulit diandalkan.
Perwakilan dari layanan logistik RPX menunjukkan bahwa prosedur perizinan dari bea cukai untuk pengantaran ke negara lain tidak efisien. Pemerintah diharapkan bisa mencari solusi terkait hal ini.
2. Industri e-commerce menginginkan pembayaran non-tunai
Bila bicara pembayaran, penyedia layanan pembayaran digital iPaymu mengatakan bahwa masyarakat masih mengandalkan pembayaran tunai dan edukasi tentang sistem pembayaran alternatif. “Ketergantungan terhadap pembayaran secara tunai harus dihentikan segera. Bila tidak, industri e-commerce akan tumbuh secara lambat.”
Pihak iPaymu juga menambahkan bahwa pemerintah dapat menyelesaikan masalah ini dengan mempermudah aturan untuk layanan e-payment yang hingga saat ini masih berada di bawah peraturan yang sama dengan bank.
3. Edukasi dalam menumbuhkan kepercayaan konsumen
Masalah kepercayaan konsumen dan keamanan dalam bertransaksi online masih terus bermunculan hingga hari ini. Perwakilan dari OLX mengatakan bahwa kepercayaan dari konsumen masih membutuhkan proses edukasi lebih lanjut. Salah satu solusinya adalah dengan menjalin kerjasama dengan media untuk menjelaskan pemahaman lebih baik tentang model bisnis e-commerce untuk menambah kepercayaan masyarakat. Ia meminta pemerintah untuk turut serta memberi pemahaman kepada masyarakat tentang keamanan bertransaksi online.
4. Kepercayaan pelanggan lebih berharga ketimbang sertifikasi
Masalah lain yang menjadi sorotan adalah bagaimana menanamkan kepercayaan. Beberapa pemain e-commerce menekankan keharusan sertifikasi, sementara sisanya lebih mengutamakakan kepercayaan pelanggan. Terkait hal ini, Rudiantara mengatakan bila pihaknya tengah merencanakan pengenalan sistem sertifikasi.
5. E-commerce akan dihilangkan dari daftar investasi berstigma negatif secara bertahap
Sejak Juni 2013, e-commerce menjadi satu dari industri yang dicoret dari daftar investasi asing. Namun baru-baru ini, Rudiantara mengatakan ia sedang berdiskusi dengan ekosistem kementerian lainnya untuk menyelesaikan peraturan ini. Sejumlah pemain besar seharusnya bisa membuka jalan masuknya investasi asing, dan di acara idEA ini juga dijelaskan beberapa rencana besar mengenai investor asing, tentunya dengan peraturan yang jelas.
6. Dukungan dan perlindungan bagi para pemain baru
Beberapa e-commerce mengingatkan pemerintah agar memberi kemudahan bagi para pendatang baru yang mau memasuki memasuki ranah ini. Saran mereka termasuk memberi kemudahan peraturan bagi bisnis kecil dan menengah untuk mendapatkan akses ke investor, dan memberi potongan pajak pada perusahaan baru.
Pernyataan dari Assosiasi e-Commerce Indonesia sangat realistis, dimana pelaku industri menginginkan pemerintah melakukan inisiasi kepada konsumen lewat edukasi yang terukur dan berkelanjutan agar konsumen tumbuh kepercayaan kepada industri e-Commerce lokal. Seperti terungkap dalam pertemuan itu, kepercayaan adalah modal utama dalam sebuah bisnis, termasuk e-Commerce.
Selain soal kepercayaan, aspek hukum yang terkait dengan e-Commerce juga menjadi sorotan, yaitu sejak Juni 2014, e-Commerce masuk dalam daftar negatif yang tidak boleh dimasuki oleh investor asing. Semoga kedua belah pihak mendapatkan jalan keluar bersama, dan Road e-Commerce Indonesia bisa sukses menjadikan industri e-commerce tuan rumah di negeri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H