Beberapa waktu lalu Presiden di media massa menyatakan bahwa kebijakan Tax Amenesty akan dikomandoi langsung beliau, pernyataan ini menegaskan“concern” Presiden terhadap kebijakan ini sangat serius. Tax Amnesty menjadi pro- kontra di tanah air, bahkan ada pihak yangmengugat kebijakan ini ke Mahkamah Konstitusi, di negara tetangga kita, Singapura dimana banyak dana – dana WNI terparkir mulai kebakaran jenggot. Sejumlah manuver dilakukan oleh perbankan Singapura agar bisa menahan dana WNI tidak keluar dari pundi –pundi perbankan mereka.
Memang, perbankan mana yang tidak tergiur oleh dana WNI, ribuan trilyun totalnya, bukan angka yang main –main, sementara pemerintah sendiri saat ini kesulitan likuiditas untuk menggerakkan pembangunan infrastruktur yang sudah lama terbengkalai, sehingga membuat negeri kita tertinggal jauh dengan negara – negara tetangga kita di ASEAN.
Menyikapi hal tersebut, APINDO menyatakan pasang badan mendukung kebijakan Jokowi, bahkan ketua APINDO menyatakan akan pasang badan agar kebijakan itu dapat tercapai, seperti dikutip oleh Kompas.com, “Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, selain memiliki tujuan teknis seperti meningkatkan penerimaan negara dan tax ratio,jika berhasil, program amnesti pajak ini akan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia ke depan”.(Kompas.com,Rabu, 20 Juli 2016 | 16:00 WIB) Pernyataan Hariyadi Sukamdani adalah dukungan riil dari pengusaha, setiap pengusaha memang seharusnya mendambakan iklim investasi dan bisnis nasional yang kondusif untuk meningkatkan kinerja perusahaannya.
Dari sudut pandang lain, pernyataan ketua APINDO menyiratkan bentuk nasionalisme di bidang ekonomi, yang seharusnya diikuti oleh pengusaha – pengusaha nasional, bukan justru berusaha melemahkan kinerja pemerintah seperti yang dilakukan oleh broker minyak pertamina dalam kasus “Papa Minta Saham”. Di semua negara,pengusaha memang sudah habit mencari keuntungan dengan segala cara,tak hanya di Indonesia, di negara – negara maju pun seperti.
Sudah banyak pengusaha yang kaya karena proyek – proyek pemerintah, namun disayangkan, kontribusi mereka kepada rakyat luas tidak bergema. Disinilah moralitas dan etika pengusaha nasional diuji, apakah keuntungan yang berlimpah dari negeri ini dikembalikan lagi dalam bentuk investasi untuk membuka lapanan kerja baru, atau menyimpannya di negeri bebas pajak untuk anak cucu mereka sendiri.
Semua kembali kepada nurani masing – masing, di negeri ini masih membutuhkan investasi besar – besaran untuk menggerakan ekonomi, tidak hanya infrastruktur, tapi juga manufaktur karena sebenarnya negeri ini dilimpahi berkat Tuhan dengan alam yang melimpah dengan kandungan kekakayaan yang luar biasa. Sehingga kita tidak seperti tikus yangmati kelaparan di lumbung padi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H