Aksi teror pembunuhan massal kembali terjadi di Perancis, dikabarkan lebih dari 70 orang meninggal karena tertabrak mobil truk tronton pada saat "Bastille Day". Kejadian itu berlangsung di sebuah pinggir  pantai kota NIce Perancis, dimana ratusan orang sedang melangsung acara peringatan hari jatuhnya benteng Bastille pada 14 Juli 1789 pada masa revolusi Perancis. Jatuhnya benteng Bastille menjadi simbol jatuhnya rezim kerajaan yang otoriter, revolusi ini menjadi cikal bakal terbentuknya pemerintah Republik Perancis seperti saat ini.Â
Sungguh ironis, di tengah perayaan pembebasan dari rezim otoriter, rakyat  Kini, sifat otoriter tidak hanya terjadi lingkung domestik, secara beberapa kelompok pun memaksa kehendak mereka untuk berkuasa dengan jalan kekerasan secara global. Sehingga aksi - aksi pembunuhan massal meluas di berbagai negara yang mereka anggap akan menghalangi jalan mereka berkuasa.Â
Tercatat di Eropa ada 2 negara yang mendapat serangan pembunuhan massal serius, yaitu Turki dan Perancis, Â beberapa pengamat menyatakan "Teori Balon" karena markas komando kelompok ini makin terdesak di negara asalnya, untuk itu mereka menyerukan aksi kekerasan global kepada para pengikutnya di semua negara, termasuk di Indonesia.
Insiden di Kota Nice memperlihatkan, mereka merubah metode, dari penggunaan bom ke aksi trabakan truk tanpa bom, namun strategis penyerangan tetap sama, yaitu lokasi  civic center atau tempat banyak orang berkumpul, dan  mengkaitkan aksi nya dengan hari - hari besar keagamaan atau nasional seperti di Perancis ini. Tujuannya untuk menancapkan di ingatan orang banyak tentang aksi mereka, karena hari - hari besar biasanya diingat oleh orang banyak. Â
Di Indonesia pun beberapa kali momen keagamaan besar pernah diteror dengan aksi pembunuhan massal dengan, terakhir aksi teror yang kurang sukses saat menjelang hari raya lebaran tahun di Mapolresta Solo.
Rentetan aksi teror global ini menimbulkan kengerian dan kepanikan masif, apalagi di Indonesia kader - kader tidur kelompok ini berjumlah sangat banyak. Mungkin bila UU memungkin pemerintah melakukan penangkapan dengan bekal kecurigaan seperti jaman orba, penjara kita tidak cukup menampung mereka.Â
Bagaimana kita menyikapi sebagai masyarakat umum untuk mengantisipasi agar kita tidak ikut menjadi korban aksi - aksi seperti ini, sebab aksi ini bisa terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa kita mengetahui polanya. Bagi komunitas inteljen mungkin mereka bisa memperkirakan tapi bagi kita tak mungkin bisa tahu kapan akan terjadi , seperti kasus bom Thamrin dan Mapolresta Solo adalah contohnya, dan mungkin akan disusul aksi - aksi lanjutan lain.Â
Bagaimana langkah pemerintah dalam hal ini pihak keamanan memberikan perlindungan bagi masyarakat umum, apakah hanya dihimbau untuk tidak takut, melakukan aktifitas seperti biasa ? Sungguh naif menurut penulis bila pemerintah hanya menghimbau seperti itu, karena tidak memberikan langkah penyelamatan bila aksi tersebut terjadi. Â Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H