Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gebrakan Ahok dan Revolusi Mental di DKI Jakarta

26 Februari 2015   08:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tertarik dengan kasus amarahGubernur DKI “Ahok”, meski sebenarnya kasus yang dilemparkannya tentangpenggelembungan anggaran dari DPRD adalah cerita lama. Mungkin baru sekarang diekspos secara luas di media karena pelempar isunya adalah pihak eksekutif, di mana eksekutifDKI sebelumnya “kura-kura dalam perahu” terhadap persoalan itu. Sudah beberapagubernur DKI berganti, bisa jadi kebiasaanmemainkan anggaran dengan menitipkan di SKPD adalah hal yang lumrah. Tau sama tau, sama-sama cari rejeki mumpung di atas, entah apa motifnyayang jelas hal itu lumrah di mana kerajaan – kerajaan kecil baik di tingkat kabupaten, propinsi dan Negara sekalipun. Cuma prakteknya berbeda – beda, dan semuaoknum dalam ”trias politika” sudah paham soal itu. Apalagi di era demokrasi ini, individu yang berada di lingkaran atas dan duduk dalam jabatan publik perlu sokongan dana yang lebih dari kebutuhan hidup, karena banyak yang harus mereka pelihara relasinya. Sayangnya hanya untuk lingkaran kelompok mereka saja, dan praktek ini sah juga dalam politik.

Tapi bila mengingat kehidupanpendudukJakarta yang majemuk, ada yang tinggal di apartemen seharga milyaran rupiah dan ada yang tinggal di bawah jembatan karena tidak mempunyaipenghasilan yang cukup , tuduhan Gubernur DKI Jakarta itu sepenuhnya harus didukung oleh setiap elemen masyarakat, dan praktek dari anggota dewan DKI Jakartayang terhormat itu bila terbukti sungguh hal yang menjijikan, tanpa nurani, dan jahat sekali di mata Tuhan, apapun agama yang mereka anut dan mereka hayati dan menjadi ritual ruitinkeluarga mereka masing – masing. Hitungan kasar dari “Ahok” sekitar 12 trilyun anggaran yang dititipkan ke dinas – dinas di DKI Jakarta yang ujungnya diambil melalui mekanisme tender pengadaan, dan sudah bisa ditebak para pemenangnya adalah pengusaha yang menjadi kaki tangan dari anggota – anggota dewan.

Peluang ini juga sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengusaha yang selama ini banyak bermain di pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka jangan heran bila kualitaspekerjaanyang dihasilkan para pengusaha ini selalu dibawah spesifikasi yang telah ditentukan oleh panita pengadaan. Para pengusaha mempunyai tujuan jelas dalam berbisnis, mencari keuntungan sebanyak mungkin, bila biaya non tehnis lebih besar, otomatis mereka akan menekan kualitas barang dan jasa agar setiap stakeholderpengadaan “happy”, kebagian semua, baik eksekutif, legislatif dan kontraktor. Secara konspirasi itu sah, dandi semua Negara mungkin juga melakukan hal yang sama. Tapi apakah praktek itu benar? Bukan kapasitas penulis untuk menjawabnya.

Penulis hanya menyoroti nilai rupiah dan membayangkan berapa unitrumah dan fasiltas umum, serta fasilitas asuransiyang bisa diberikan kepada pendudukJakarta bila uang tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Memang kita bukan Negara komunis, semua harus dibagi sama rata, tapi bila mengingat pada tujuan pendirian Negara ini pandangan ini tidak salah. Karena para pendiri Negara ini menginginkan sebuah Negara yang bisa mensejahterakan rakyatnya, bukan hanya mensejahterakan sekelompok orang, golongan, partai, partai yang berkuasa. Bila mengkaitkan konfilik GubernurDKI dengan DPRD DKI Jakarta bisa dikatakan ini adalah bagian dari proses “revolusi mental” yangjadi jargon politik Presiden Joko Widodo dalam kampanyenya. Ahok sedang melakukanproses ini, dan wajar bila dia banyak mendapatkan tantangan, karena praktek yang ditenggarainya sudah menjadi kebiasaan turun – temurun di lembaga yang terhormat itu. Selama puluhan tahun praktek yang bisa dikatakan sebagai konspirasi “menilep” APBD berjalan sangat aman, buktinya hanya sedikit sekalipihak eksekutif atau legislatif yang terdengar masuk ke penjara karena penyelewengan anggaran. Kesimpulannya, mereka yang masuk mungkin tidak loyal atau taat terhadap “klik” yang melakukan itu. Bisa jadi mereka juga dikorbankan untuk melindungi kepentingan kelompok yang lebih besar.

Langkah Ahok ini penulis yakin tidak akan disukai oleh DPRD KDKI Jakarta, elemen pendukungdan konstituenpartai di DPRD DKI Jakarta, serta pengusaha – pengusaha yang selama ini nyaman menikmati fasilitas pengadaan barang dan jasa yang hanya seperti “sandiwara” administrasi. Pengusaha yang baru terjun di bisnis pengadaan tidak akan pernah mendapatkan jatah paket bila tidak mendapat dukungan dari eksekutif atau legislatif, dan ini menjadi rahasia umum tapi kebanyakan pengusaha memaklumi itu, karena itulah bagian dari perjuangan mencari keuntungan.Namun demikian, kiranya Ahok mampu bertahan terhadap gempuran – gempuran dari sekali penjuru, Ahok akan menjadi sasaran tembak yang empuk, baik dari DPRD dengan ancaman pemakzulan, dari bawahannya yang diuntungkan oleh modus ini, dari kelompok masyarakat yang akan mempermasalahkan “kecinaan”nya dan agamanya untuk mengalihkan isu utama, dan dari kalangan pengusahamungkin dari kalangan orang Cina sendiri yang tidak suka terhadap Ahok karena mereka selama ini mudah mendapatkan keuntungan dari praktekpenggelembungan anggaran itu.

Secara pribadi, penulis menaruh rasa hormat terhadap Gubernur DKI Jakarta, gebrakan Ahok terhadappraktek ini akan menjadi tulisan sejarah yang harum.Memang secara pribadi Gubernur DKI tekanan mental yang dihadapinya akan sangat berat sekali, tapi penulis yakin semua sudah dia perhitungankan sebelumnya. Tidak banyakeksekutif yang se”brutal”Ahok dalammenyikapi sebuah penyimpangan, dan Ahok bila sukses mengatasi ini akan menjadi “role model” para calon – calon pemimpin Indonesia yang beberap tahun ke depan akan menduduki jabatan penting.Bila gagal dia gagal melewatinya, semoga kita semua kembali merenungkan kembali tujuan dari pendirian Negara ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun